Oleh: Michelia Alba
Gemerincing
pedang ditabuh berkali-kali tanda alam menyanyikan sebuah lagu peperangan.
Darah meliuk-liuk di rerumputan dan mengalir sesuai nada yang berirama. Pusaran
angin kian menerpa namun bukan lagi menunjukan raut wajah yang gembira.
Kemarahan tampak disekujur lautan yang tak bertepi. Sungai Zamboza berlumuran
darah dan bergelimpangan kepala rakyat Kerajaan Bumilandia.
Sekitar
sepuluh hari yang lalu Raja Rakhelium melemparkan petir dahsyat dari langit.
Seluruh rakyat sudah tahu bahwa itulah tanda peperangan di antara kekerajaan
dimulai. Namun, peperangan ini tidak seimbang. Kerajaan Bumilandia seakan tidak
lagi bisa bernafas karena diserang oleh tiga kerajaan yang sangat kuat. Rakyat
Kerajaan Bumilandia dibantai hingga tak kenal waktu dan belas kasihan.
“Sial.
Ini tidak bisa dibiarkan terus menerus. Kerajaan ini akan hancur. Semuanya akan
hilang dan tidak akan ada lagi kedamaian. Sudah berapa jiwa yang melayang?”
tanya Robin dengan nada kesal.
“Sekitar
131.000 jiwa yang tewas dan 51.000 orang hilang atau mungkin menjadi tawanan
mereka,” jawab Jojo dengan kegelisahan yang menyelimuti. Dia sudah tidak mampu
lagi menggunakan otaknya yang sudah rapuh itu. Otaknya semakin kaku seperti es
yang sangat tipis. Sedikit saja pergerakan mungkin akan pecah berkeping-keping.
“Aku tidak tahu lagi harus melakukan apa. Bagaimana menurutmu?” lanjut Jojo
sambil memegangi kepalanya yang semakin berat.
“Jika
saja rakyat kita tidak mendengarkan Raja Santonius yang ingin menjatuhkan Raja
Brakula saat itu, mungkin kita masih bisa hidup tenang. Pemimpin macam apa dia?
Meninggalkan kerajaan ini begitu saja dan menyuruh anak buahnya mempertahankan
hidup. Aku menyesal sudah menjadi bagian rakyat yang memaksa Raja Brakula turun
dari tahtanya. Itu artinya sama saja menurunkan pemimpin adil dan bijaksana
lalu menggantikannya dengan seorang pendusta,” ucap Robin yang dilanjutkan
dengan memukul meja hingga hacur terbelah dua. Robin tidak bisa mengendalikan
dirinya lagi. Dia seperti manusia serigala yang sudah berubah menjadi serigala.
Dia pun mengaung tanpa henti di dalam keheningan malam. Untung saja saat itu ia
sedang berada di bawah tanah sehingga tiada satupun yang tau perasaan yang dia
alami.
Jojo
membiarkan Robin bertindak sesuka hati. Bukan karena dia mengerti perasaan
Robin tetapi tidak ada lagi yang bisa dilakukan oleh orang berusia tujuh puluh
tahun untuk menghentikan kemarahan orang yang tiga puluh tahun lebih muda dari
pada dia. Namun, sedikitnya dia tahu bagaimana perasaan orang yang melihat
kematian keluarganya sendiri saat terjadi peperangan. Hal itu menjadi wajar
ketika melihat kemarahan Robin yang tak terkendali.
Rintik-rintik
hujan terdengar di atas langit-langit tempat Robin dan Jojo berteduh. Turunnya
hujan cukup untuk meredakan seekor serigala yang mengamuk. Robin pun sudah
dapat mengontrol dirinya sendiri. “Aku harus menemui Raja Rakhelium,” ucap
Robin.
“Untuk
apa? Pertahanan Kerajaan Langitarium sangat ketat. Bagaimana mungkin kau
menemuinya seorang diri?” Jojo sangat terkejut dengan keputusan Robin.
“Tidak
mungkin aku menemuinya seorang diri. Kita berdua yang harus menemui Raja
Rakhelium.”
“Apa?
Kau pikir apa yang bisa diperbuat oleh orang tua seperti ku?”
“Aku
pikir hanya prajurit pecundang dan pengecut yang akan melukai orang tua seperti
dirimu.”
“Lalu
apa yang ingin kau lakukan ketika sudah bertemu dengannya? Kamu tidak akan
menyerahkan kerajaan ini pada kerajaannya, bukan?”
“Tentu
saja tidak akan kulakukan. Waktu kita tidak banyak. Aku tidak bisa menjelaskan
sekarang. Korban hanya akan bertambah jika kita terus berbicara tanpa
bertindak,” ucap Robin seraya meninggalkan Jojo di bawah tanah untuk memberi
kesempatan dia berpikir.
***
Ketika
Robin membuka mata, dia terkejut melihat sekelilingnya termasuk dirinya yang
basah kuyup bermandikan air laut. Jojo dilihatnya sudah tak bernyawa. Ia
berusaha mengingat kembali apa yang sudah terjadi. Dia pun tersadar, ketika belum
sempat matahari berpijar dan ayam bersenandung, tsunami menghancurkan sebagian
Kerajaan Bumilandia. Bangunan-bangunan tinggi yang menjulang kini hanya tersisa
puing-puingnya saja. Hal yang terakhir dia ingat ketika ia diselamatkan oleh
salah satu rakyat Kerajaan Lauterania. Kini tangan kanan dan tangan kiri Robin
diikat oleh tali rantai yang terbuat dari baja.
“Satu
lagi mangsa kita dari Kerajaan Bumilandia yang bersembunyi di bawah tanah,”
suara itu terdengar dari arah belakang Robin. Lalu terdengar langkah kaki yang
mengitari Robin dari belakang hingga ke hadapannya. Dia benar-benar tidak menyangka
bahwa yang berbicara padanya adalah Raja Villemious dari Kerajaan Lauterania.
Rakyat Kerajaan Lauterania adalah manusia setengah hewan. Giginya yang tajam,
matanya yang kuning, sisik tajam yang menempel dibagian lengannya, kaki yang
berselaput, dan insang yang mewarnai lehernya seorang raja dari lautan. Hal itu
membuat jantung Robin semakin cepat berdetak.
“Robin
Jackson, utusan dari Raja Santonius untuk memegang kendali peperangan. Apakah
benar?” Wajah Villemious membuat Robin semakin ketakutan hingga suara yang
hendak dilontarkan tertahan di tenggorokan. “Lalu katakan! Di mana Santonius
berada?” lanjut Villemious.
“Di..
dia sudah mati. Bunuh diri…”
“Manusia
bodoh!” teriak Villemious di depan wajah Robin. “Kami iri dengan kerajaan
kalian. Seluruh rakyat diberi akal dan pikiran. Kalian mampu terbang dengan
alat hingga dapat mendarat di Kerajaan Langitarium dan Kerajaan Awanicia.
Kalian bahkan mampu menyelam dengan sebuah kapal hingga dapat berjumpa dengan
rakyat Kerajaan Lauterania. Namun akal kalian pendek! Kalian serakah dan
egois!”
“Maafkan
kami, tapi…”
“Diam!!!”
teriakan Raja Villemious yang kasar dan serak mematikan ucapan Robin. “Lihatlah
apa yang kalian buat! Kotoran yang kalian telah mamasuki wilayah kekuasaan
kami. Sampah-sampah kalian membunuh rakyat-rakyat kami. Asap-asap melayang
tinggi dan meracuni rakyat Kerajaan Langitarium dan Awanicia. Dimana otak
kalian wahai rakyat Bumilandia??” lanjutnya dengan kemarahan yang besar.
“Kami
akan melakukan apa saja agar kita bisa mencapai sebuah kedamaian. Jangan ada
lagi peperangan. Kami akan bertanggung jawab atas semuanya.”
“Manusia
pengecut!! Apa yang dilakukan pemimpin kalian? Dia melarikan diri setelah
semuanya hancur? Sungguh kami sangat menghargai kehidupan. Tidak ada satupun
dari rakyat Kerajaan Lauterania yang bunuh diri. Apa yang kalian lakukan dengan
akal dan pikiran kalian?”
“Kami
berjanji akan ada pemimpin yang lebih baik. Kami akan lebih selektif dalam
memilih. Kami akan bertanggung jawab atas semuanya. Setelah ini, raja dari
Kerajaan Bumilandia akan adil dan bijaksana sehingga tidak akan lagi melukai
kerajaan yang lain.”
“Manusia
pendusta!!” Raja Villemious teriak lebih kencang dari yang sebelumnya.
Teriakannya hingga menggetarkan telinga Raja Rakhelium yang sangat peka. Raja
Rakhelium yang berada di atas langit langsung turun menuju sumber teriakan itu.
Ia merasakan ada hal yang tidak baik.
Raja
Villemious meneruskan ucapannya, “Tahun 5630 Santonius dan seluruh raja yang
lain telah berjanji dan berani menandatangani perjanjian yang mengatakan bahwa
tidak ada yang boleh memasuki wilayah kekuasaan kerajaan lain. Tidak ada yang
boleh menghancurkan kerajaan lain baik secara terang-terangan maupun secara
tersembunyi atau baik secara cepat maupun secara perlahan. Tapi apa yang
Santonius dan rakyat kalian lakukan? Kalian melanggar perjanjian. Hingga pada
tahun 5670 sebuah nuklir diluncurkan ke dalam lautan dan meratakan semua
bangunan yang ada di Kerajaan Lauterania. Sejak saat itu, kami berjanji untuk
membalasnya. Bunuh mereka semua!!!”
“Tunggu dulu! Jangan bunuh mereka!” Raja
Rakhelium tiba tepat waktu.
“Apa
yang kau lakukan?” tanya Raja Villemious.
“Tugas
kita sudah selesai. Santonius sudah mati. Tidak ada lagi yang bisa kita
perbuat. Tugas kita bukan untuk membunuh seluruh rakyat Kerajaan Bumilandia.
Ini sudah cukup.”
“Tapi,
apa yang dilakukan rakyatnya pun sudah mengganggu kerajaan kita. Apakah adil
jika rakyat hanya bisa menyalahkan pemimpin kemudian mereka semua dibebaskan?
Mereka juga adalah bagian dari sebuah kerajaan, bukan? Seharusnya mereka
mendapatkan hukuman atas semua ini. Tidak terkecuali. Kesalahan pemimpin hanya
menjadi alasan bagi mereka untuk menghindar dari masalah.”
“Tidak
semua rakyat seperti itu. Sepertinya orang ini bukan salah satu orang yang kau
tuduhkan. Jadi bebaskan dia. Lepaskan rantai baja yang mengikat tangannya! Kau
dan rakyatmu boleh kembali ke kerajaan kalian. Biarkan aku yang
menyelesaikannya,” ucap Raja Rakhelium.
Raja
Villemious tak mengucapkan sepatah kata pun. Dia pergi bersama rakyatnya ke
lautan yang luas. Mereka kembali menyelam dan hanya bisa bernafas bersama air
serta menunggu waktu sampai kedamaian benar-benar tercipta.
Raja
Rakhelium mendekati wajahnya ke hadapan Robin, “Kau harus berjanji untuk
membangkitkan kembali Kerajaan Bumilandia! Kau harus mengatur rakyatmu agar
tidak ada lagi yang mengganggu kerajaan lain. Dan satu lagi segerakanlah merdekakan
kerjaanmu dengan seorang pemimpin yang adil dan bijaksana. Jangan sampai kau
dan rakyatmu salah dalam memilih raja. Raja tidak hanya untuk dipersalahkan
kekeliruannya tapi untuk dipertahankan kebenarannya. Kami para raja akan datang
kembali untuk sebuah perjanjian yang baru. Jika rakyatmu melakukan kesalahan
yang sama. Kerajaan Bumilandia akan hancur tanpa nama.”
“Baik,”
jawab Robin dengan tegas dan meyakinkan.
Surakarta, 16 Juli 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar