Kamis, 08 Mei 2014

Bencana untuk Bumilandia


Oleh: Michelia Alba

Gemerincing pedang ditabuh berkali-kali tanda alam menyanyikan sebuah lagu peperangan. Darah meliuk-liuk di rerumputan dan mengalir sesuai nada yang berirama. Pusaran angin kian menerpa namun bukan lagi menunjukan raut wajah yang gembira. Kemarahan tampak disekujur lautan yang tak bertepi. Sungai Zamboza berlumuran darah dan bergelimpangan kepala rakyat Kerajaan Bumilandia.
Sekitar sepuluh hari yang lalu Raja Rakhelium melemparkan petir dahsyat dari langit. Seluruh rakyat sudah tahu bahwa itulah tanda peperangan di antara kekerajaan dimulai. Namun, peperangan ini tidak seimbang. Kerajaan Bumilandia seakan tidak lagi bisa bernafas karena diserang oleh tiga kerajaan yang sangat kuat. Rakyat Kerajaan Bumilandia dibantai hingga tak kenal waktu dan belas kasihan.
“Sial. Ini tidak bisa dibiarkan terus menerus. Kerajaan ini akan hancur. Semuanya akan hilang dan tidak akan ada lagi kedamaian. Sudah berapa jiwa yang melayang?” tanya Robin dengan nada kesal.
“Sekitar 131.000 jiwa yang tewas dan 51.000 orang hilang atau mungkin menjadi tawanan mereka,” jawab Jojo dengan kegelisahan yang menyelimuti. Dia sudah tidak mampu lagi menggunakan otaknya yang sudah rapuh itu. Otaknya semakin kaku seperti es yang sangat tipis. Sedikit saja pergerakan mungkin akan pecah berkeping-keping. “Aku tidak tahu lagi harus melakukan apa. Bagaimana menurutmu?” lanjut Jojo sambil memegangi kepalanya yang semakin berat.
“Jika saja rakyat kita tidak mendengarkan Raja Santonius yang ingin menjatuhkan Raja Brakula saat itu, mungkin kita masih bisa hidup tenang. Pemimpin macam apa dia? Meninggalkan kerajaan ini begitu saja dan menyuruh anak buahnya mempertahankan hidup. Aku menyesal sudah menjadi bagian rakyat yang memaksa Raja Brakula turun dari tahtanya. Itu artinya sama saja menurunkan pemimpin adil dan bijaksana lalu menggantikannya dengan seorang pendusta,” ucap Robin yang dilanjutkan dengan memukul meja hingga hacur terbelah dua. Robin tidak bisa mengendalikan dirinya lagi. Dia seperti manusia serigala yang sudah berubah menjadi serigala. Dia pun mengaung tanpa henti di dalam keheningan malam. Untung saja saat itu ia sedang berada di bawah tanah sehingga tiada satupun yang tau perasaan yang dia alami.
Jojo membiarkan Robin bertindak sesuka hati. Bukan karena dia mengerti perasaan Robin tetapi tidak ada lagi yang bisa dilakukan oleh orang berusia tujuh puluh tahun untuk menghentikan kemarahan orang yang tiga puluh tahun lebih muda dari pada dia. Namun, sedikitnya dia tahu bagaimana perasaan orang yang melihat kematian keluarganya sendiri saat terjadi peperangan. Hal itu menjadi wajar ketika melihat kemarahan Robin yang tak terkendali.
Rintik-rintik hujan terdengar di atas langit-langit tempat Robin dan Jojo berteduh. Turunnya hujan cukup untuk meredakan seekor serigala yang mengamuk. Robin pun sudah dapat mengontrol dirinya sendiri. “Aku harus menemui Raja Rakhelium,” ucap Robin.
“Untuk apa? Pertahanan Kerajaan Langitarium sangat ketat. Bagaimana mungkin kau menemuinya seorang diri?” Jojo sangat terkejut dengan keputusan Robin.
“Tidak mungkin aku menemuinya seorang diri. Kita berdua yang harus menemui Raja Rakhelium.”
“Apa? Kau pikir apa yang bisa diperbuat oleh orang tua seperti ku?”
“Aku pikir hanya prajurit pecundang dan pengecut yang akan melukai orang tua seperti dirimu.”
“Lalu apa yang ingin kau lakukan ketika sudah bertemu dengannya? Kamu tidak akan menyerahkan kerajaan ini pada kerajaannya, bukan?”
“Tentu saja tidak akan kulakukan. Waktu kita tidak banyak. Aku tidak bisa menjelaskan sekarang. Korban hanya akan bertambah jika kita terus berbicara tanpa bertindak,” ucap Robin seraya meninggalkan Jojo di bawah tanah untuk memberi kesempatan dia berpikir.

***

Ketika Robin membuka mata, dia terkejut melihat sekelilingnya termasuk dirinya yang basah kuyup bermandikan air laut. Jojo dilihatnya sudah tak bernyawa. Ia berusaha mengingat kembali apa yang sudah terjadi. Dia pun tersadar, ketika belum sempat matahari berpijar dan ayam bersenandung, tsunami menghancurkan sebagian Kerajaan Bumilandia. Bangunan-bangunan tinggi yang menjulang kini hanya tersisa puing-puingnya saja. Hal yang terakhir dia ingat ketika ia diselamatkan oleh salah satu rakyat Kerajaan Lauterania. Kini tangan kanan dan tangan kiri Robin diikat oleh tali rantai yang terbuat dari baja.
“Satu lagi mangsa kita dari Kerajaan Bumilandia yang bersembunyi di bawah tanah,” suara itu terdengar dari arah belakang Robin. Lalu terdengar langkah kaki yang mengitari Robin dari belakang hingga ke hadapannya. Dia benar-benar tidak menyangka bahwa yang berbicara padanya adalah Raja Villemious dari Kerajaan Lauterania. Rakyat Kerajaan Lauterania adalah manusia setengah hewan. Giginya yang tajam, matanya yang kuning, sisik tajam yang menempel dibagian lengannya, kaki yang berselaput, dan insang yang mewarnai lehernya seorang raja dari lautan. Hal itu membuat jantung Robin semakin cepat berdetak.
“Robin Jackson, utusan dari Raja Santonius untuk memegang kendali peperangan. Apakah benar?” Wajah Villemious membuat Robin semakin ketakutan hingga suara yang hendak dilontarkan tertahan di tenggorokan. “Lalu katakan! Di mana Santonius berada?” lanjut Villemious.
“Di.. dia sudah mati. Bunuh diri…”
“Manusia bodoh!” teriak Villemious di depan wajah Robin. “Kami iri dengan kerajaan kalian. Seluruh rakyat diberi akal dan pikiran. Kalian mampu terbang dengan alat hingga dapat mendarat di Kerajaan Langitarium dan Kerajaan Awanicia. Kalian bahkan mampu menyelam dengan sebuah kapal hingga dapat berjumpa dengan rakyat Kerajaan Lauterania. Namun akal kalian pendek! Kalian serakah dan egois!”
“Maafkan kami, tapi…”
“Diam!!!” teriakan Raja Villemious yang kasar dan serak mematikan ucapan Robin. “Lihatlah apa yang kalian buat! Kotoran yang kalian telah mamasuki wilayah kekuasaan kami. Sampah-sampah kalian membunuh rakyat-rakyat kami. Asap-asap melayang tinggi dan meracuni rakyat Kerajaan Langitarium dan Awanicia. Dimana otak kalian wahai rakyat Bumilandia??” lanjutnya dengan kemarahan yang besar.
“Kami akan melakukan apa saja agar kita bisa mencapai sebuah kedamaian. Jangan ada lagi peperangan. Kami akan bertanggung jawab atas semuanya.”
“Manusia pengecut!! Apa yang dilakukan pemimpin kalian? Dia melarikan diri setelah semuanya hancur? Sungguh kami sangat menghargai kehidupan. Tidak ada satupun dari rakyat Kerajaan Lauterania yang bunuh diri. Apa yang kalian lakukan dengan akal dan pikiran kalian?”
“Kami berjanji akan ada pemimpin yang lebih baik. Kami akan lebih selektif dalam memilih. Kami akan bertanggung jawab atas semuanya. Setelah ini, raja dari Kerajaan Bumilandia akan adil dan bijaksana sehingga tidak akan lagi melukai kerajaan yang lain.”
“Manusia pendusta!!” Raja Villemious teriak lebih kencang dari yang sebelumnya. Teriakannya hingga menggetarkan telinga Raja Rakhelium yang sangat peka. Raja Rakhelium yang berada di atas langit langsung turun menuju sumber teriakan itu. Ia merasakan ada hal yang tidak baik.
Raja Villemious meneruskan ucapannya, “Tahun 5630 Santonius dan seluruh raja yang lain telah berjanji dan berani menandatangani perjanjian yang mengatakan bahwa tidak ada yang boleh memasuki wilayah kekuasaan kerajaan lain. Tidak ada yang boleh menghancurkan kerajaan lain baik secara terang-terangan maupun secara tersembunyi atau baik secara cepat maupun secara perlahan. Tapi apa yang Santonius dan rakyat kalian lakukan? Kalian melanggar perjanjian. Hingga pada tahun 5670 sebuah nuklir diluncurkan ke dalam lautan dan meratakan semua bangunan yang ada di Kerajaan Lauterania. Sejak saat itu, kami berjanji untuk membalasnya. Bunuh mereka semua!!!”
 “Tunggu dulu! Jangan bunuh mereka!” Raja Rakhelium tiba tepat waktu.
“Apa yang kau lakukan?” tanya Raja Villemious.
“Tugas kita sudah selesai. Santonius sudah mati. Tidak ada lagi yang bisa kita perbuat. Tugas kita bukan untuk membunuh seluruh rakyat Kerajaan Bumilandia. Ini sudah cukup.”
“Tapi, apa yang dilakukan rakyatnya pun sudah mengganggu kerajaan kita. Apakah adil jika rakyat hanya bisa menyalahkan pemimpin kemudian mereka semua dibebaskan? Mereka juga adalah bagian dari sebuah kerajaan, bukan? Seharusnya mereka mendapatkan hukuman atas semua ini. Tidak terkecuali. Kesalahan pemimpin hanya menjadi alasan bagi mereka untuk menghindar dari masalah.”
“Tidak semua rakyat seperti itu. Sepertinya orang ini bukan salah satu orang yang kau tuduhkan. Jadi bebaskan dia. Lepaskan rantai baja yang mengikat tangannya! Kau dan rakyatmu boleh kembali ke kerajaan kalian. Biarkan aku yang menyelesaikannya,” ucap Raja Rakhelium.
Raja Villemious tak mengucapkan sepatah kata pun. Dia pergi bersama rakyatnya ke lautan yang luas. Mereka kembali menyelam dan hanya bisa bernafas bersama air serta menunggu waktu sampai kedamaian benar-benar tercipta.
Raja Rakhelium mendekati wajahnya ke hadapan Robin, “Kau harus berjanji untuk membangkitkan kembali Kerajaan Bumilandia! Kau harus mengatur rakyatmu agar tidak ada lagi yang mengganggu kerajaan lain. Dan satu lagi segerakanlah merdekakan kerjaanmu dengan seorang pemimpin yang adil dan bijaksana. Jangan sampai kau dan rakyatmu salah dalam memilih raja. Raja tidak hanya untuk dipersalahkan kekeliruannya tapi untuk dipertahankan kebenarannya. Kami para raja akan datang kembali untuk sebuah perjanjian yang baru. Jika rakyatmu melakukan kesalahan yang sama. Kerajaan Bumilandia akan hancur tanpa nama.”
“Baik,” jawab Robin dengan tegas dan meyakinkan.

Surakarta, 16 Juli 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar