Selasa, 01 Juli 2014

KAJIAN EKRANISASI NOVEL DAN FILM “NEGERI LIMA MENARA”



BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Sastra pada dasarnya merupakan ciptaan, sebuah kreasi bukan semata-mata sebuah imitasi (dalam Luxemburg, 1989; 5). Karya sastra sebagai bentuk dan hasil sebuah pekerjaan kreatif, pada hakikatnya adalah suatu media yang menggunakan bahasa untuk mengungkapkan tentang kehidupan manusia. Oleh sebab itu sebuah karya sastra pada umumnya, berisi tentang permasalahan yang melingkupi kehidupan manusia. Kemunculan sastra lahir dilatarbelakangi adanya dorongan dasar manusia untuk mengungkapkan eksistensi dirinya (dalam Sarjidu, 2004; 2).
Fiksi merupakan karya seni verbal. Fiksi ditulis oleh seorang pengarang berdasarkan penghayatan terhadap kehidupan. Fiksi menceritakan sesuatu yang bersifat rekaan, khayalan, impian, sesuatu yang tidak ada atau terjadi dalam realitas kehidupan sehingga ia tidak perlu dicari kebenarannya. Fiksi menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia. Misalnya, hubungannya dengan lingkungan dan sesama hubungan dengan diri sendiri, serta interaksinya dengan Tuhan.
Novel merupakan bentuk karya sastra yang sekaligus disebut fiksi. Novel adalah salah satu karya sastra bersifat kreatif imajinatif yang mengemas persoalan kehidupan manusia secara kompleks dengan berbagai konflik, sehingga pembaca memperoleh pengalaman-pengalaman baru tentang kehidupan. Abrams (dalam Nurgiyantoro, 1995:9) menyatakan bahwa kata novel berasal dari bahasa Italia yaitu novella. Secara harfiah, novella berarti sebuah barang baru yang kecil dan kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa.
Novel yang menarik perhatian pembaca biasanya menyuguhkan alur cerita yang menarik pula. Muhardi dan Hasanuddin WS (1992:28) menyatakan alur adalah hubungan antara suatu peristiwa atau kelompok peristiwa dengan peristiwa lain dalam novel. Tanpa hubungan sebab akibat suatu rentetan peristiwa tidak lah dapat disebut suatu alur. Setiap perubahaan tokoh, tindakan, tempat, dam waktu pada cerita dapat menyebabkan munculnya peristiwa baru yang disebut episode cerita.
Film adalah gambar hidup, juga sering disebut movie. Film, secara kolektif sering disebut sinema. Sinema itu sendiri bersumber dari kata kinematik atau gerak. Film juga sebenarnya merupakan lapisan-lapisan cairan selulosa, biasa dikenal di dunia para sineas sebagai seluloid. Pengertian secara harfiah film (sinema) adalah cinemathographie yang berasal dari “cinema”, “tho” (berasal dari kata phytos artinya cahaya), dan graphie (berasal dari graph artinya tulisan, gambar, citra). Jadi pengertiannya adalah melukis gerak dengan cahaya. Agar dapat melukis gerak dengan cahaya, haruslah menggunakan alat khusus yang biasa disebut dengan kamera.
Bluestone (dalam Eneste, 1991: 18) menyatakan, film merupakan gabungan dari berbagai ragam kesenian, yaitu musik, seni rupa, drama, sastra ditambah dengan unsur fotografi. Eneste (1991:60) menyatakan bahwa film merupakan hasil kerja kolektif atau gotong royong. Baik dan tidaknya sebuah film akan sangat bergantung pada keharmonisan kerja unit-unit yang ada di dalamnya (produser, penulis skenario, sutradara, juru kamera, penata artistik, perekam suara, para pemain, dan lain-lain). Oleh karena itu, film merupakan medium audio visual, suarapun ikut mengambil peranan di dalamnya.
Ekranisasi menurut Eneste (1991:60) adalah pelayarputihan atau pemindahan sebuah novel ke dalam film. Pemindahan dari novel ke film mau tidak mau mengakibatkan timbulnya berbagai perubahan. Oleh karena itu, ekraanisasi juga bisa disebut sebagai proses perubahan bisa mengalami penciutan, penambahan, perubahan dengan sejumlah variasi.
Fenomena ekranisasi tentu tidak terlepas dari keterkenalan awal suatu karya. Novel yang sukses tidak jarang menjadi pijakan awal bagi lahirnya film yang sukses juga. Hal itu sering menjadi acuan lahirnya kesuksesan baru suatu bentuk pengalihan, baik dari novel ke film maupun sebaliknya. Salah satu contoh novel yang sukses diangkat ke layar lebar adalah Negeri Lima Menara karya novelis Achmad Fuadi.

C.  Rumusan Masalah
a.    Bagaimana sekuen yang terdapat pada novel dan film Negeri Lima Menara?
b.    Bagaimana perbandingan novel dan film Negeri Lima Menara menurut teori Eneste?
c.    Apakah nilai adat dan moral yang terdapat pada novel dan film Negeri Lima Menara?

D.  Tujuan
a.    Mengetahui sekuen-sekuen yang terdapat pada novel dan film Negeri Lima Menara.
b.    Mendeskripsikan perbandingan novel dan film Negeri Lima Menara menurut teori Eneste.
c.    Menjelaskan nilai adat dan moral yang terdapat pada novel dan film Negeri Lima Menara.
E.  Kajian Teori
a.    Adaptasi, Ekranisasi dan Alih Wahana
Adaptasi ada dua pengertian. Pertama, adaptasi adalah pengolahan kembali suatu karya sastra ke dalam bahasa lain dengan menyesuaikan unsur-unsurnya pada lingkungan budaya bahasa sasaran itu. Kedua, pengolahan kembali suatu karya sastra dan satu jenis ke jenis lain dengan mempertahankan lakuan, tokoh, serta gaya dan nada aslinya. Misalnya, novel ditulis kembali menjadi drama. Islilah lain: saduran (Panuti Sudjiman, 1990:1).
Kecenderungan mengadaptasi novel ke dalam sinema sungguh-sungguh mengalami peningkatan intensitas. Sayang kecenderungan membuat film yang berdasarkan novel tersebut hanya berdasar pada permintaan pasar semata sehingga tidak memperhatikan kualitas. Dalam hal ini kita dapat melihat kecenderungan tersebut melalui beberapa aspek:
a.       Film tersebut dibuat berdasarkan novel yang terjual laris (best seller), yang diharapkan dapat ikut memacu apresiasi film tersebut,
b.      Sudah menjadi rahasia umum di kalangan pekerja film kita, betapa sulitnya mencari naskah-naskah yang baik untuk menghasilkan kualitas film yang baik pula, tidak heran jika film berkelas festival jarang sekali lahir dari tangan sineas kita karena minimnya cenari-kreator naskah yang handal. Sementara pasar menginginkan karya-karya tanah air. Akhirnya produser film memilih jalan aman demi memenuhi tuntutan pasar.
Cerita yang dituturkan dalam film bisa berasal dari banyak sumber, namun pada hakikatnya dibagi menjadi dua, yakni cerita asli dan cerita adaptasi. Cerita asli maksudnya film tersebut lahir dari buah pikiran penulisnya, sedangkan cerita adaptasi yakni sebuah film bersumber dari media lain yang kemudian dibuat menjadi sebuah film (Ade, 2009:42).
Dalam rumusan Richard Krevolin film adaptasi yang “berhasil” yaitu yang masih mempunyai hati dan ruh novel aslinya. Lebih jauh Krevolin menjelaskan, “Adaptasi adalah proses menangkap esensi sebuah karya asli untuk dituangkan ke dalam media lain (Ade, 2009: 46)
Ekranisasi adalah pelayarputihan atau pemindahan/ pengangkatan sebuah novel ke dalam film (ecran dalam bahasa perancis berarti layar). Pemindahan novel ke layar putih mau tidak mau mengakibatkan timbulnya berbagai perubahan. Oleh sebab itu dapat dikatakan, ekranisasi adalah proses perubahan (Eneste, 1991: 60)
Menurut Eneste (1991:60) selanjutnya Ekranisasi berarti pula apa yang dinikmati berjam-jam atau berhari-hari harus diubah menjadi apa yang dinikmati (ditonton) selama Sembilan puluh sampai seratus duapuluh menit hal tersebut yang biasa disebut penciutan. Penciutan terjadi karena tidak semua hal yang diungkapkan dalam novel akan dijumpai dalam film. Sebagian cerita, alur, tokoh-tokoh, latar, ataupun suasana novel tidak akan ditemui dalam film. Dalam ekranisasi selain pegurangan sering pula terjadi penambahan dan perubahan yang bervariasi.

b.    Perubahan Ekranisasi
Eneste (1991:61-66) menjelaskan bahwa perubahan yang terjadi dalam ekranisasi adalah sebagai berikut:
a.    Pengurangan
Salah satu langkah yang ditempuh dalam proses transformasi karya sastra ke film adalah pengurangan. Pengurangan adalah pemotongan unsur cerita karya sastra dalam proses transformasi. Eneste (1991:61) menyatakan bahwa pengurangan dapat dilakukan terhadap unsur karya sastra seperti cerita, alur, tokoh, latar, maupun suasana. Dengan adanya proses pengurangan atau pemotongan maka tidak semua hal yang diungkapkan dalam novel akan dijumpai pula dalam film. Dengan kata lain akan terjadi pemotongan-pemotongan atau penghilangan bagian di dalam karya sastra dalam proses transformasi ke film.
Eneste (1991:61-62) menjelaskan bahwa pengurangan atau pemotongan pada unsur cerita sastra dilakukan karena beberapa hal, yaitu: (1) anggapan bahwa adegan maupun tokoh tertentu dalam karya sastra tersebut tidak diperlukan atau tidak penting ditampilkan dalam film. Selain itu, latar cerita dalam novel tidak mungkin dipindahkan secara keseluruhan ke dalam film, karena film akan menjadi panjang sekali. Oleh karena itu, latar yang ditampilkan dalam film hanya latar yang memadai atau yang penting-penting saja. Hal tersebut tentu saja tidak lepas dari pertimbangan tujuan dan durasi waktu penayangan. (2) Alasan mengganggu, yaitu adanya anggapan atau alasan bahwa menghadirkan unsur-unsur tersebut justru dapat mengganggu cerita dalam film. (3) Adanya keterbatasan teknis film atau medium film, bahwa tidak semua bagian adegan atau cerita dalam karya sastra dapat dihadirkan di dalam film. (4) Alasan penonton atau audience, hal ini juga berkaitan dengan persoalan durasi waktu.
b.    Penambahan
Penambahan adalah perubahan dalam proses transformasi karya sastra ke bentuk film. Seperti halnya dalam kreasi pengurangan, dalam proses ini juga bisa terjadi pada ranah cerita, alur, penokohan, latar, maupun suasana. Penambahan yang dilakukan dalam proses ekranisasi ini tentunya memiliki alasan. Eneste (1991: 64) menyatakan bahwa seorang sutradara mempunyai alasan tertentu melakukan penambahan dalam filmnya karena penambahan itu penting dari sudut filmis.
c.    Perubahan bervariasi
Perubahan bervariasi adalah hal ketiga yang memungkinkan terjadi dalam proses transformasi dari karya sastra ke film. Menurut Eneste (1991:65), ekranisasi memungkinkan terjadinya variasi-vairasi tertentu antara novel dan film. Variasi di sini bisa terjadi dalam ranah ide cerita, gaya penceritaan, dan sebagainya. Terjadinya variasi dalam transformasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain media yang digunakan, persoalan penonton, durasi waktu pemutaran. Eneste (1991:67) menyatakan bahwa dalam mengekranisasi pembuat film merasa perlu membuat variasi-variasi dalam film, sehingga terkesan film yang didasarkan atas novel itu tidak seasli novelnya.
Di dalam ekranisasi, pengubahan wahana dari karya sastra ke wahana film, berpengaruh pula pada berubahnya hasil yang bermediumkan bahasa atau kata-kata, ke dalam film yang bermediumkan gambar audio visual. Jika di dalam novel ilustrasi dan penggambaran atau pelukisan dilakukan dengan menggunakan kata-kata, dalam film semua itu diwujudkan dengan melalui gambar-gambar bergerak atau audio visual yang menghadirkan suatu rangkaian peristiwa. Perbedaan media dua genre karya seni, memiliki karakteristik yang berbeda pula. Bahasa sebagai medium karya sastra memiliki sifat keterbukaan pada imajinasi pengarang. Proses mental lebih banyak terjadi dalam hal ini. Bahasa yang digunakan lebih banyak memberi ruang yang luas bagi pembaca atau menafsir dan mengimajinasi tiap-tiap yang ditontonnya. Faktor lain yang berpengaruh adalah durasi waktu dalam penikmatan film. 




BAB II
PEMBAHASAN

A.  Sekuen dalam Novel dan Film Negeri Lima Menara
1.    Sekuen Novel Negeri Lima Menara
·      Bab 1 (Pesan dari Masa Silam)
a.    Alif menjelaskan keadaan tempta tinggalnya di Washington DC.
b.    Alif mendapat kabar dari kawannya untuk reuni.
c.    Alif mengingat masa-masa indah bersama kawannya waktu di sekolah dulu.
·      Bab 2 (Keputusan Setengah Mati)
a.    Alif ingin meneruskan SMA di Bukit Tinggi.
b.    Alif tidak bisa meneruskan SMA di Bukti tinggi karena biaya, kemudian Alif harus meneruskan SMA di madrasah dengan setengah hati.
·      Bab 3 (Rapat Tikus)
a.    Alif melakukan perjalanan menuju Jawa Timur dengan menaiki bus.
b.    Setelah beberapa hari perjalanan akhirnya sampai di terminal Ponorogo.
·      Bab 4 (Kampung di Atas Kabut)
a.       Alif menaiki L300 untuk sampai pada tempat pasantren.
b.      Alif dan ayahnya dipandu oleh Ismail salah satu murid pasantren Madani.
c.       Burhan memperkenalkan bagian-bagian pesantren dari mulai Masjid Jami, aula serba guna, asrama, perpustakaan, lapangan sepak bola, dan sebagainya.
d.      Raja, salah satu murid PM (Pesantren Madani), menjelaskan bahwa ada tes yang harus dilalui untuk masuk menjadi siswa PM.
e.       Alif lulus dan menjadi siswa PM.
·      Bab 5 (Man Jadda Wajada)
a.    Ustad Salman (sebagai wali kelas) datang sambil mengatakan man jadda wajada. Semua murid mengikuti perkataannya.
b.    Alif berkenalan dengan seluruh siswa kelas
·      Bab 6 (Sang Rennaissance Man)
a.    Di aula, Kiai Rais berpidato dengan sangat bagus.
b.    Kiai Rais juga menjelaskan sebagian peraturan yang ada di PM.
·      Bab 7 (Shopping Day)
a.    Di depan kamar asrama, Kak Iskandar membacakan peraturan yang harus dipenuhi oleh siswa yang menempati kamar asrama.
b.    Siswa diharuskan untuk membeli beberapa buku dan alat-alat perlengkapan sekolah.
c.    Karena persediaan uang terbatas, Alif ,dkk harus membeli lemari bekas untuk bisa dipakai. Mereka menggotong lemari bekas itu sekuat tenaga.
·      Bab 8 (Sergapan Pertama Tyson)
a.    Alif dkk terlambat karena sedang membawa lemari.
b.    Tyson datang memarahi Alif dkk dan menghukum mereka dengan cara saling jewer.
·      Bab 9 (Agen 007)
a.    Alif dkk mendapat panggilan ke Mahkamah Keamanan Pusat untuk bertemu Tyson.
b.    Alif dkk diberi hukuman lagi untuk menjadi mata-mata PM. Mereka harus mencari beberapa orang yang dianggap melanggar peraturan PM.
c.    Dengan susah payah akhirnya mereka sanggup menyelesaikan tugas mereka
·      Bab 10 (Sarung dan Kurban)
a.    Alif menceritakan pengalamannya mengenai pertama kali mengenal sarung dan bagaimana cerita lain dari teman-temannya mengenai sarung.
b.    Kemudian Alif menceritakan bagaimana transaksi jual beli hewan kurban.
·      Bab 11 (Sahibul Menara)
a.    Alif dkk mencari dan mendiskusikan tempat berkumpul yang paling enak.
b.    Akhirnya mereka memutuskan tempat yang enak untuk berkumpul adalah di menara dekat Masjid Jami. Di sanalah mereka mendiskusikan kebaikan. Dan saat itu pula mereka menamai diri mereka dengan sebutan Menara 1 (Said), Menara 2 (Raja), Menara 3 (Alif), Menara 4 (Atang), Menara 5 (Dulmajid), dan Menara 6 (Baso).
·      Bab 12 (Surat dari Seberang Pulau)
a.    Alif menceritakan temannya yang bernama Randai yang sudah terdaftar di SMA terbaik di Bukit Tinggi.
b.    Alif menceritakan mengenai keunikan-keunikan nama yang ada di Minangkabau.
c.    Alif menceritakan hobinya bersama Randai kirim-mengirim surat.
·      Bab 13 (Sepuluh Pentung)
a.    Ustad Salman masuk ke kelas untuk memberi motivasi.
b.    Alif dkk pun merasa terbakar oleh semangat yang diberikan oleh Ustad Salman.
·      Bab 14 (Maa Haaza)
a.    Ustad Salman mengajarkan Bahasa Arab dengan sederhana.
b.    Ustad Surur mengajarkan sejarah dilengkapi intonasi suara yang dramatis yang membuat Alif dkk tidak berkedip.
c.    Ustad Faris mengajak Alif dkk untuk membaca Alquran secara bergiliran.
·      Bab 15 (Thank God It’s Friday)
a.    Hari Jumat adalah hari favorit Nabi Muhammad. Alif dkk mempercayai lebih dari itu.
b.    Hari Jumat di PM artinya bebas memakai kaos sepanjang hari, punya waktu untuk antri berebut kran, bisa tidur siang, dan dapat menu makan dengan lauk daging.
·      Bab 16 (Keajaiban Itu Datang Pagi-Pagi)
a.    Tantangan terbesar buat para murid PM tahun pertama adalah bagaimana cara mengubah diri agar bisa menguasai bahasa resmi di PM, Arab dan Inggris, secepatnya.
b.    Semua murid dituntut untuk menggunakan bahasa resmi di PM. Mereka dilatih dengan sangat disipilin. Dengan semangat dan dengan teriakan, mereka melontarkan bahasa yang menurut mereka asing.
c.    Pada akhirnya Alif menyadari bahwa proses itu berjalan dengan baik. Bangun dari tidur tanpa sadar dia mengucapkan kalimat bahasa Arab dengan sangat lancar.
·      Bab 17 (Abu Nawas dan Amak)
a.    Amak adalah perempuan berbadan mungil tapi punya idealisme raksasa.
b.    Ketika Alif di SD, kebetulan Amak adalah wali kelasnya sendiri. Amak tidak segan-segan memberi nilai jelek pada Alif jika Alif tidak bisa mengerjakan soal.
c.    Amak adalah satu-satunya guru yang menentang keras ketika para guru mencoba untuk memberi kemudahan jawaban (contekan) saat ujian berlangsung.
·      Bab 18 (Bung Karno)
a.    Setiap orang akan dapat giliran menjadi pembicara utama setiap bulan. Kini giliran Alif yang harus berpidato.
b.    Alif berusaha keras agar dapat berbicara di depan umum. Alif dapat masukan yang baik dari Raja yang sudah pandai berpidato.
c.    Alif berhasil berpidato di depan umum menggunakan bahasa Inggris.
d.   Alif berusaha melupakan hal yang sebenarnya harus dilewatkannya, yaitu menjadi murid SMA Bukit Tinggi dan kuliah di ITB.
·      Bab 19 (Maradona Hapal Quran)
a.    Alif memilih masuk majalah Syams sebagai ekstrakulikulernya karena hobinya menulis, dan dalam bidang olahraga, Alif memilih bermain sepak bola yang tergabung dalam tim asrama Al-Barq.
b.    Dua kali seminggu Alif mengikuti lari pagi bersama yang mirip karnaval kepagian.
c.    Sosok yang menjadi idola Alif adalah Kiai Rais yang bisa menjelma menjadi apa saja. Kiai Rais selain menjadi penceramah dano motivator, dia juga bisa bermain sepak bola. Hasilnya, Kiai Rais dapat mencetak gol dan disebut sebagai Maradona hapal Alquran.
·      Bab 20 (Berlian dari Belgia)
a.    Alif sudah bercita-cita untuk menjadi wartawan Tempo.
b.    Di PM siswa dibolehkan mengirim surat ke luar negeri untuk mendapatkan buku, majalah, atau koran gratis yang dapat dibaca dan dipelajari.
·      Bab 21 (Umat Icuk)
a.       Di PM biasanya tidak boleh menonton televisi, tetapi biasanya diberikan siaran radio gratis yang menayangkan informasi dari luar negeri.
b.      Suatu saat, Timnas Bulu tangkis Indonesia sedang gencar-gencarnya melawan negara lain. Namun sayangnya Televisi pada saat itu tidak diperbolehkan ditonton.
c.       Dulmajid bertekad agar mereka dapat menonton bulu tangkis bersama. Akhrinya mereka berusaha membujuk Pak Torik untuk mengusulkan menonton televisi hanya agar daapat menonton bulu tangkis.
d.      Karena ide gila Dulmajid, terjadilah hal bersejarah, untuk pertama kalinya seumur hidup PM, murid boleh menonton televisi secara bebas, berjamaah, bahkan di bawah restu petinggi ketua pondok.
e.       Sayangnya, Tim Indonesia kalah melawan Malaysia. Namun, semangat siswa Madani yang menonton masih sangat beremuruh.
·      Bab 22 (Festival Akbar)
a.    Di PM ujian marathon sepanjang 15 hari disambut bagai pesta akbar.
b.    Para siswa mendadak menjadi seroang yang rajin dan mabuk belajar. Terutama Baso yang sangat menikmati belajar guna menyambut ujian.
·      Bab 23 (Sahirul Lail)
a.    Ujian, membuat Alif sangat tengang karena merasa belum mampu menguasai bahasa Arab. Usaha Alif adalah terus berdoa dan ibadah, makan makanan yang sehat dan bergizi yang tentu saja berpangaruh pada otaknya, dan begadang untuk belajar.
b.    Di PM, menjelang ujian para siswa terlihat banyak yang sedang membaca buku untuk mengafal pelajaran.
c.    Ujian pun berlangsung. Alif merasa ujian itu sedikit berat dan merasa tidak puas dalam mejawab pertanyaan. Dia sedikit ragu dengan masa depannya karena yang diuji adalah hapalan-hapalan yang semakin lama semakin berat.
·      Bab 24 (Lima Negara Empat Dunia)
a.    Ujian akhir pun diselesaikan dengan baik oleh Alif karena dia merasa sanggup. Dia merasa sudah mengeluarkan segenap kemampuannya. Tinggal doa saja yang harus dia lakukan.
b.    Pada saat cuaca cerah, di bawah menara, Alif melamun tentang Amerika. Alif bertekad ingin menuntut ilmu keluar negeri, kalau perlu sampai ke Amerika.
·      Bab 25 (Orator dan Terminator)
a.    Pada saat liburan, karena tersendat oleh biaya, Alif terpaksa tidak pulan ke rumah asalnya. Dia terpaksa menetap di asrama.
b.    Atang membujuk Alif dan Baso yang tidak pulang ke kampungnya untuk pergi ke Bandung. Akhirnya Alif menyetujuinya.
c.    Atang pun mengajak Alif untuk berkunjung ke UNPAD Bandung. Keesokan harinya, Atang mengajak Alif untuk berkunjung ke ITB. Setelah itu, Said mengajak Alif, Baso, dan Atang untuk berkunjung ke Surabaya. Akhirnya, Alif dkk kembali ke PM.
·      Bab 26 (Princess of Madani)
a.    Ada siswa baru yang cantik masuk ke PM. Namanya adalah Sarah, anak dari Ustad Khalid.
b.    Alif pun ditantang oleh Raja untuk mendekati Sarah dan menjadi pacarnya. Apalagi sampai bisa berfoto bareng dengannya.
c.    Alif memanfaatkan jabatannya sebagai wartawan majalah Syams untuk mewawancarai Ustad Khalid. Itulah salah satu peluang agar Alif dapat mendekati Sarah.

·      Bab 27 (Pendekar Pembela Sapi)
a.    Alif dkk mendapat giliran untuk menjadi petugas ronda yang tugasnya mejaga keamanan PM pada malam hari.
b.    Kemudian beberapa saat kemudian ada pencuri yang memasuki kawasan PM. Seluruh petugas ronda membunyikan pluit.
c.    Akhirnya pencuri itu dapat diringkus oleh Said, Tyson, dan Ustad Khaidir.
·      Bab 28 (Nama yang Bersenandung)
a.    Alif kembali meyakinkan tekadnya untuk mewancarai Ustad Khalid. Alif harus menemui Ustad Khali lagi keesokan harinya pada jam enam tepat.
b.    Alif pun datang kembali ke rumah Ustad Khalid untuk mewawancarainya, namun dia tidak menemukan Sarah karena sedang mengunjungi kakeknya.
c.    Keesokan harinya setelah majalah Syams terbit, Alif kembalu ke rumah Ustad Khalid. Akhirnya dia bertemu dengan Sarah.
·      Bab 29 (Si Pungguk dan Sang Bulan)
a.    Alif disuruh datang kembali ke rumah Ustad Khalid untuk berfoto bersama keluarganya.
b.    Alif memoto Ustad Khalid sekeluarga.
·      Bab 30 (Parlez Vouz Francais?)
a.    Pondok Madani diberkati oleh energi yang membuat Alif dkk sangat menikmati belajar dan selalu ingin belajar berbagai macam ilmu.
b.    Ustad Salman memberitahu cara untuk menghapal kamus.
c.    Siswa-siswa diajak untuk berpoto bersama menjelang kelulusan.
·      Bab 31 (Rendang Kapau)
a.    Alif menerima paket dari Amak berupa rendang.
b.    Hari Jumat, Alif tidak pergi ke mana-mana, menghabiskan waktu liburan di PM.
·      Bab 32 (Piala di Dipan Puskesmas)
a.    Musim ujian datang lagi
b.    Selesai ujian, Alif dapat konsentrasi untuk konsentrasi latihan sepak bola. Saat final, lawannya cukup berat yaitu Al-Manar.
c.    Pertandingan dimulai. Kedudukan sempat imbang 2-2. Namun gol dari Said mengubah keadaan menjadi 3-2. Alif dkk bersama timnya Al Barq menang.
d.   Alif harus istirahat di Puskesmas PM karena betisnya cedera.
·      Bab 33 (A Date on the Atlantic)
a.    Menceritakan ketika Alif berada di Samudra Atlantik.
b.    Dia teringat kembali pada masa lalunya di PM
·      Bab 34 (Puncak Rantai Makanan)
a.    Hari itu Alif dkk berpesta kurma karena merayakan kenaikan mereka ke kelas enam.
b.    Namun, ada ujian akhir yang harus dilalui yaitu ujian yang mengulang mata pelajaran yang sudah dipelajari sejak kelas satu hingga kelas enam.
c.    Dalam perjalanannya di dalam PM, Alif dkk merasa sudah beranjak dewasa dan menerima segala masalah yang dihadapi mereka.
·      Bab 35 (Lembaga Sensor)
a.    Alif teringat bahwa seorang yang sedang melawan kegelisahan dalam menghadapi masalah harus mengikhlaskan hatinya untuk dapat menyelesaikan segala permasalahan yang dihadapi.
b.    Raja terpilih menjadi the three muskeeters, ungkapan di PM bagi orang penggerak bahasa pusat.
·      Bab 36 (Sekam Itu Bernama ITB)
a.    Alif menerima kabar bahwa Randai temannya akhirnya diterima di ITB. Dalam hati kecilnya, dia merasa kecewa pada dirinya sendiri.
b.    Alif mempertanyakan diri sendiri, bagaimana jika dia keluar dari PM dan melanjutkan cita-citanya masuk ke ITB.
·      Bab 37 (Kereta Angin Kuning)
a.    Alif diutus menjadi Studen Speaker di hadapan Dubes Inggris.
b.    Meskipun Alif sudah melakukan persiapan sematang mungkin, tetapi Alif tetap dihantui perasaan grogi.
c.    Alif berhasil berpidato dengan sangat maksimal di depan ribuan orang. Dia bahkan sempat foto bersama dengan Dubes Inggris.
·      Bab 38 (Kilas 70)
a.    Alif memulai untuk menulis catatan kehidupannya di sebuah buku diari sejak berumur 12 tahun. Karena banyak manfaat dari menulis, maka Alif penuh semangat menulis beberapa tulisan.

·      Bab 39 (It’s Show Time)
a.    Tradisi turun temurun PM kelas enam harus mempersembahkan pagelaran multi seni terhebat yang bisa mereka produksi kepada almamater tercinta.
b.    Persembahannya adalah mengenai kisah perjalanan Ibnu Batutah yang disadur oleh Atang. Agar terkesan sangat nyata, pertunjukannya membutuhkan es kering.
c.    Alif, Said dan Atang pergi mencari es kering ke Ponorogo.
d.   Setelah melewati berbagai macam perjuangan, akhirnya mereka dapat mementaskan adegan yang luar biasa.
·      Bab 40 (Shaolin Temple)
a.       Banyak orang membicarakan pertunjukan kelas enam kemarin.
b.      Namun, Alif dkk ketahuan telah pergi ke Surabaya mencari es kering. Karena di Ponorogo tidak ada, maka dari itu mereka ke Surabaya dengan keadaan yang mendesak.
c.       Akhirnya mereka dihukum untuk mencukur rambut hingga botak.
·      Bab 41 (Rahasia Baso)
a.    Baso menceritakan rahasiannya bahwa dia sudah tidak mempunyai bapak dan ibu. Dia hanya mempunyai seorang nenek yang sakit-sakitan.
·      Bab 42 (Sepasang Jubah Surgawi)
a.    Baso memutuskan untuk meninggalkan pondok demi menemani neneknya yang sedang sakit keras.
b.    Mereka pun akhirnya kehilangan satu orang sahabatnya yang sangat mereka sayangi.
·      Bab 43 (Perang Batin)
a.    Alif masih ingin mengejar cita-citanya untuk masuk ke ITB. Dia mengirim surat kepada bapak dan ibunya agar dapat mengicinkannya untuk keluar dari PM.
b.    Ayah Alif datang ke PM dan berhasil meruntuhkan keinginan besar Alif untuk pindah dari Pondok. Akhirnya Alif tetap bertahan di PM.
·      Bab 44 (Kamp Konsentrasi)
a.    Kiai Rais memberi informasi bahwa seluruh siswa menjelang ujian harus belajar, berdiskusi, bahkan tidur di aula agar lebih efektif. Banyak orang yang terlihat sedang diskusi di aula.
b.    Ujian pun telah selesai dilaksanakan. Kiai Rais mengungumkan bahwa seluruh siswa tidak ada yang tidak lulus.
·      Bab 45 (Beratus Ribu Jabat Erat)
a.    Pengunguman kelulusan pun sudah diperdengarkan. Semua bersorak sorai bahagia becampur haru. Mereka memikirkan masa depan mereka masing-masing.
b.    Alif pun meninggalkan PM.
·      Bab 46 (Trafalgar Square)
a.       Alif bertemu Atang dan Raja di Inggris. Mereka bercerita sepanjang hari.
b.      Dulmajid dan Said ada di Indonesia, sedangkan Baso sedang di Kairo.

2.    Sekuen Film Negeri Lima Menara
·      Sekuen 1
a.    Alif dan Randai bersuka-cita karena telah lulus SMP. Mereka ingin melanjutkan SMA di Bandung dan kuliah di ITB.
b.    Ayahnya Alif justru menyuruh Alif untuk sekolah di pondok pasantren.
c.    Alif tidak menyetujuinya.
·      Sekuen 2
a.    Ayahnya Alif membujuk Alif agar mau sekolah agama.
b.    Setelah berpamitan dengan Randai sahabatnya, keesokan harinya Alif pergi ke Pondok Madani.
·      Sekuen 3
a.    Alif tiba di PM. Dia harus menjalankan ujian masuk untuk dapat menjadi siswa di PM.
b.    Awalnya Alif bertemu dengan Baso. Kenalan pertamanya.
c.    Setelah Alif lulus dan diterima sebagai siswa di PM, Alif langsung menggenakan seragam PM. Ayahnya pun meninggalkan Alif di PM.
d.   Kak Iskandar membacakan peraturan yang harus dipatuhi di PM.
·      Sekuen 4
a.    Di kelas, Ustad Salman datang membawa sebilah bambu dan golok. Sambil mengatakan man jadda wajada.
b.    Setelah itu, Alif dkk membeli lemari. Namun, di tengah perjalanan sedang mengangkat lemari mereka bertemu dengan Tyson.
c.    Tyson menghukum mereka karena terlambat, dengan cara menjewer teman di sebelahnya.
·      Sekuen 5
a.    Pada saat magrib tiba, para siswa PM berkumpul menunaikan ibadah solat dan mendengarkan ceramah Kiai Rais.
b.    Kemudian terdapat lomba berpidato dalam bahasa Inggris. Meskipun Baso tidak menguasai bahasa Inggris, namun Baso bisa menguasai Alquran. Dengan demikian teman-temannya mendukungnya untuk berlomba berpidato.
c.    Akhirnya Baso mendapat piala.

·      Sekuen 6
a.    Alif dkk duduk-duduk di bawah menara PM. Seseorang menyebut mereka sebagai Sahibul Menara atau yang punya menara.
b.    Alif mendapat surat dari Randai yang isinya membujuk Alif untuk kembali pulang dan menuruti keinginannya untuk sekolah di Bandung.
c.    Alif ingin ikut ekstrakulikuler di majalah Syams. Namun, sebelum memulai jadi wartawan majalah Syams, Alif harus meliput satu berita bagus terlebih dahulu.
·      Sekuen 7
a.    Alif dkk menyebut cita-cita mereka masing-masing.
b.    Alif dan Atang menemui orang penjaga generator. Generator di PM sering mati.
c.    Atang, Said, Baso, Raja, dan Dulmajid tidak menyangka melihat Kiai Rais dapat bermain gitar.
·      Sekuen 8
a.    Alif dkk menemui Kiai Rais untuk protes mengenai generator yang sering mati. Namun, Kiai Rais meminta Alif dkk memahami terlebih dahulu masalah generator dan memecahkannya sendiri.
b.    Alif sudah selesai mengerjakan satu berita bagus untuk majalah Syams dan memberikannya kepada pimpinan majalah Syams.
c.    Alif diterima sebagai wartawan Majalah Syams. Dia harus mengumpulkan deadline setiap hari Rabu.
·      Sekuen 9
a.    Kiai Rais membeli bahan-bahan yang digunakan untuk memperbaiki generator.
b.    Alif dkk memperbaiki generator. Akhirnya generator dapat hidup dan lebih baik dari biasanya.
·      Sekuen 10
a.    Alif bertemu dengan Sarah, keponakannya Kiai Rais, di lapangan bulu tangkis.
b.    Alif berusaha untuk menemui Sarah dengan cara mewawancarai Kiai Rais.
c.    Alif dkk taruhan kalau sampai Alif dapat berfoto bersama dengan Sarah, maka yang kalah harus mencuci bajunya yang menang.
·      Sekuen 11
a.    Alif belum dapat berfoto bersama Sarah.
b.    Dulmajid kebingungan untuk mencari solusi agar dia dan kawan-kawan dapat menonton bulu tangkis di PM. Karena di PM tidak diperbolehkan menonton Televisi.
c.    Akhirnya Alif dkk mendapat bantuan dari Ustad Salman dan Ustad Torik agar dapat mengusulkan ide menonton televisi guna melihat pertandingan bulu tangkis kepada Kiai Rais.
d.   Akhirnya mereka dapat menonton televisi. Meskipun Indonesia kalah, namun mereka tetap menghargainya dengan bertepuk tangan sambil berteriak “Hidup Indonesia!”
·      Sekuen 12
a.    Alif tidak mendapat kiriman uang jadi tidak bisa pulang ke kampungnya. Atang mengajak semua kawannya untuk pergi ke Bandung.
b.    Alif bertemu dengan Randai yang memamerkan ITB sebagai kampus terbaik di Bandung.
c.    Ustad Salman harus meninggalkan PM untuk sementara karena harus melamar kekasihnya.
·      Sekuen 13
a.    Di PM terdapat pementasan seni dengan pertunjukan. Alif dkk yang masih kelas 2 nekat untuk menampilkan persembahan yang hanya untuk kelas 3 dan 4.
b.    Baso harus meninggalkan PM karena neneknya sedang sakit keras. Neneknya adalah keluarga Baso satu-satunya.
c.    Kejadian kepergian Baso membuat Alif ingin juga mengikutinya. Alif ingin meneruskan cita-citanya untuk sekolah di Bandung.
d.   Karena bujukan Said dan dengan pikiran yang panjang serta doa yang dipanjatkan akhirnya Alif membatalkan kepergiannya ke Bandung.
·      Sekuen 14
a.    Alif dkk mempersiapkan pementasan dengan memaksimalkan latihan.
b.    Mereka membutuhkan es kering yang harus dibeli di luar PM.
c.    Pementasan pun berlangsung dengan sangat baik disambut tepuk tangan penonton.
·      Sekuen 15
a.    Atang, Alif, dan Raja bertemu di Inggris setelah mereka dewasa dan sudah mempunyai pekerjaan masing-masing.
b.    Dulmajid, Baso, dan Said berada di Jakarta.

B.  Perbandingan Novel dan Film Negeri Lima Menara
1.    Pengurangan dari Novel ke Film Negeri Lima Menara
a.    Bagian awal novel dan film
Dalam novel dijelaskan seorang Alif yang berada di Amerika sedang mengingat dan mengenang kembali keadaan di masa lalu yaitu peristiwa pada saat di Pondok Madani bersama teman-temannya. Sementara itu, di dalam film, tidak dijelaskan kondisi Alif yang sedang berada di Amerika. Alasannya diduga karena sangat sulit untuk menghadirkan tokoh berada di Amerika. Hal itu terkait dengan biaya yang dibutuhkan oleh produksi film untuk membuat latar di Amerika. Alasan lainnya adalah agar mempercepat dan mempertegas maksud cerita di dalam film karena di dalam film tidak serta merta menyyuguhkan segala hal yang ada di dalam novel. Selain itu, dimungkinkan cerita dapat lebih membuat penonton penasaran apabila tidak dijelaskan terlebih dahulu masa depan Alif akan menjadi seorang wartawan.
b.    Tidak disertakan kisah pada saat Alif menjadi mata-mata
Pada saat Alif diberi hukuman oleh Tyson, Alif harus menjadi mata-mata Pondok Madani. Namun, dalam film tidak dijelaskan. Hal itu karena hukuman pada saat Alif dan kawan-kawan terlambat dianggap sudah cukup mewakili kesan Tyson yang menjadi guru paling ditakuti di Pondok Madani. Sebuah film memang mengharuskan mengambil bagian dari salah satu adegan penting di dalam novel. Tidak semua bagian yang diambil, tetapi hanya satu bagian yang dianggap paling mewakili untuk diangkat ke dalam sebuah film.
c.    Dalam film tidak menceritakan kebudayaan khas Minangkabau
Kebudayaan khas Minangkabau terkait dengan nama-nama unik yang diberikan orang tua kepada anaknya tidak begitu dijelaskan karena hal itu dianggap bersifat pribadi. Artinya kebudayaan tersebut hanya milik Alif dan bukan sebuah kepentingan kelompok. Dalam film justru semua tokoh ikut menjadi bagian penting dalam sebuah film. Alif tidak menjadi sosok dominan dalam film tersebut. Semua tokoh yang berasal dari berbagai macam daerah diungkapkan betul melalui film. Dengan alasan seperti itu, maka kebudayaan yang berasal dari Minangkabau atau berasal dari tempat tinggal Alif tidak diceritakan dalam film.


d.   Pengajaran dalam Pondok Madani tidak seluruhnya diceritakan
Pengajaran di dalam film hanya dijelaskan saat Ustad Salman mengajarkan tentang esensi dari man jadda wajada di kelas. Peristiwa tersebut mungkin dianggap menjadi sebuah peristiwa penting yang dapat mengubah para siswa menjadi lebih semangat. Sementara itu, hal lainnya berupa bagaimana cara menghapal kamus dan Alquran, bagaimana menguasai bahasa Arab dan Inggris atau bahasa asing lainnya, dan pelajaran lain tidak begitu dijelaskan. Namun secara sepintas dalam percakapan tokoh figuran memperlihatkan bahwa di dalam Pondok Madani, siswanya dapat belajar bahasa Arab maupun Inggris.
e.    Menjadi penjaga keamanan Pondok Madani dihilangkan
Dalam novel diceritakan saat Alif menjadi penjaga keamanan Pondok Madani. Namun, dalam film tidak diceritakan sama sekali kejadian tersebut. Mungkin karena peristiwa tersebut dianggap terlalu memangkas waktu dengan sangat banyak. Selain itu, untuk membuat sebuat setting dan adegan saat menemukan seorang pencuri sangat sulit dilakukan. Masalah itu tidak terlalu dianggap penting untuk dimasukan ke dalam film.
f.     Menghilangkan tokoh Ustad Khalid
Ustad Khalid adalah ayah dari Sarah. Berbeda dengan novel, dalam film Ustad Khalid justru dihilangkan perannya. Sarah dianggap sebagai keponakan dari Kiai Rais. Penyebabnya dimungkinkan karena meminimalisasi tokoh yang terlibat dalam film. Supaya tidak bertele-tele menjelaskan Ustad Khalid dan hubungannya dengan pondok dan Sarah, pekerja film menghilangkan perannya.
g.    Menghilangkan pertandingan sepak bola
Dalam novel terdapat pertandingan sepak bola. Pada saat itu asrama yang menjadi tim Alif memenangkan pertandingan. Sementara itu, dalam film tidak diceritakan. Hal itu karena memang sangat sulit membuat sebuah pertandingan sepak bola dan mewujudkannya ke dalam bentuk yang real atau nyata. Selain menghabiskan waktu, hal tersebut juga dapat menghabiskan dana.
h.    Menghilangkan hukuman cukur rambut
Dalam novel, terdapat hukuman yang berupa cukur rambut sampai botak karena berbohong. Alif dan kawan-kawan berbohong membeli es kering sampai ke Surabaya padahal mereka hanya bilang membelinya ke Ponorogo. Namun dalam film hal tersebut tidak diceritakan. Justru pada saat pementasan berakhir, Alif dan kawan-kawan saling tertawa bahagia dan langsung scene berikutnya.


.   
2. Penambahan dari Novel ke Film Negeri Lima Menara
a.    Bagian awal pada film

Pada film dikisahkan Alif dan Randai yang sedang berbahagia sekali menyambut kelulusan sekolah SMP. Mereka berbincang-bincang bersama mengenai cita-cita mereka yang ingin sekali masuk ITB seperti Habibie. Namun, disitu juga dijelaskan bahwa ayah Alif lebih suka kalau Alif masuk ke sekolah agama di Jawa Timur. Meskipun, Alif tidak terlalu menyukai hal itu, akhirnya Alif menyetujui keinginan orang tuanya. Dikisahkan juga ayah Alif menjual kerbaunya untuk biaya keberangkatannya ke Jawa Timur.
b.    Memperbaiki generator yang rusak

Dalam film, diceritakan bahwa generator di Pondok Madani sering mati dan rusak. Ini adalah kejadian atau masalah tambahan yang sengaja dimasukan oleh sutradara ke dalam film yang sebenarnya tidak ada di dalam novel. Terdapat beberapa alasan yang mungkin terjadi: Pertama, permasalahan-permasalahan yang terdapat di dalam novel terlalu sulit untuk diungkapkan ke dalam film yang akibatnya membuat sutradara memilih masalah baru yang lebih mudah dikerjakan. Kedua, sutradara atau pekerja film mengginginkan sesuatu yang justru berbeda dan baru daripada novelnya. Ketiga, pekerja film ingin menegaskan bahwa di Pondok Madani tidak hanya mengandalkan pelajaran agama, tetapi terdapat juga ilmu lain bahkan di umur yang sangat muda dapat memperbaik generator. Keseluruhan cerita yang menjelaskan mengenai pondok yang hanya belajar agama saja lalu dirangkum dengan adegan memperbaiki generator tersebut.
c.    Ustad Salman harus meninggalkan Pondok Madani

Dalam film. Ustad Salman harus meninggalkan pondok Madani karena harus menikah dengan orang yang dicintainya. Peristiwa ini hanya untuk menegaskan bahwa semua guru yang ada di Pondok Madani menjalankan tugasnya mengajar dengan ikhlas dan sukarela. Mereka bahkan memikirkan orang lain daripada dirinya sendiri sehingga lupa memiliki kewajiban untuk menikah. Hal itu terlihat pada saat Alif mewawancarai seorang guru yang menjelaskan tentang keadaan guru di Pondok Madani.

3.    Perubahan bervariasi
a.    Perbedaan jangka waktu dan kelas dalam novel dan film
Dalam novel dijelaskan bahwa dalam Pondok Madani para siswa akan bersekolah selama empat tahun dalam enam kelas. Namun dalam film dijelaskan bahwa kelas di dalam Pondok Madani hanya sampai empat kelas dan berlangsung selama empat tahun. Hal ini mungkin untuk memudahkan penonton mencerna maksud dari empat tahun dan empat kelas sehingga penonton menganggap bahwa satu tahun siswa dapat menyelesaikan satu kelas. Namun, di novel dari kelas satu hingga kelas lima berlangsung selama tiga  tahun sehingga pada saat kelas enam mereka melanjutkan satu tahun lagi.

b.    Kemampuan Kiai Rais

Dalam novel, Kiai Rais adalah sosok yang diidolakan oleh para santrinya dengan kewibawaan dan kemampuan yang dia miliki. Selain dapat menghafal Alquran, Kiai Rais pun dapat bermain sepak bola. Dia juga sebagai pemain inti dari para guru yang bertanding di lapangan. Hal itu menegaskan bahwa agama tidak mengekang umatnya untuk hanya menghapal Alquran saja tetapi menyerap dan mempraktekan ilmu lain pun dianjurkan. Sedikit berbeda dengan adegan di dalam film, bahwa dikisahkan Kiai Rais bukan hanya dapat menghapal Alquran tetapi dapat bermain gitar dan bermain musik. Ada beberapa alasan yang dimungkinkan mengapa pekerja film memilih hal tersebut: Pertama, tokoh yang berwibawa serta dapat bermain bola sulit ditemukan. Kedua, untuk membuat latar permainan sepak bola dapat menguras banyak waktu serta mengeluarkan banyak usaha yang dibutuhkan untuk menggambarkan situasi permainan bola yang bagus.
c.    Alif mewawancarai Kiai Rais

Dalam novel, dijelaskan bahwa Alif harus mewawancarai Ustad Khalid agar dapat bertemu dengan Sarah. Namun, dalam film tidak seperti itu. Berhubung Ustad Khalid dihilangkan, Kiai Raislah sebagai pengganti Ustad Khalid untuk diwawancarai. Hal itu agar cerita dapat berjalan secara lebih logis.
d.   Masalah menjelang pementasan
Masalah baru muncul saat menjelang pementasan seni. Dalam novel, pementasan tersebut berlangsung saat Alif dan kawannya menginjak di kelas akhir atau kelas enam. Namun dalam film, Alif masih di kelas dua tetapi nekat untuk ikut pementasan seni. Hal itu menjadi masalah baru dan mempunyai variasi tersendiri dalam pemecahan masalahnya. Hal itu diakibatkan sulit untuk mengubah seorang Alif menjadi karakter yang tiga tahun lebih tua dalam satu adegan. Maka dari itu hanya diceritakan masa Alif pada saat masih kelas dua.

C.  Nilai Adat dan Moral yang Terkandung dalam Novel dan Film Negeri Lima Menara
1.    Nilai adat
Novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi (2011) banyak mempertunjukkan adat orang Minangkabau. Suku Minangkabau di Sumatra Barat mempertahankan bagian-bagian dari sistem yang lebih kompleks dari pemerintahan sendiri di mana aturan adat dari raja didukung oleh hirarki otoritas adat. Adat moralitas yang bersumber dari menghormati leluhur oleh penulis ditunjukkan dengan seseorang melakukan tindakan yang terus menerus diperoleh seseorang karena adanya ulangan perbuatan-perbuatan yang sama. Tindakan di dalam diri manusia sudah ada dari para leluhur.
Sikap moralitas dalam meneladani orang tua dan keluarga ditunjukkan penulis dengan perilaku teladan yang dilakukan orang tua dan dilakukan kepada anak dan orang lain. Setiap orang harus menciptakan hubungan yang baik diantara sesama manusia. Seseorang dapat menunjukkan atau membedakan antara sikap yang baik dan buruk maupun salah atau dan benar.
Moralitas yang bersumber pada nilai moral individu ditunjukkan penulis dengan disiplin, tanggung jawab, dan bekerja keras. Sikap disiplin harus dilakukan dalam kehidupan setiap hari, karena disiplin menunjukkan sikap moral pada seseorang. Disiplin dalam melakukan segala hal. Sedangkan sikap tanggung jawab juga sangat penting dimiliki.

2.    Nilai Moral Individual
Nilai moral individual dalam novel Negeri Lima Menara karya A. Fuadi meliputi nilai moral individual positif dan nilai moral individual negatif. Nilai moral individual positif meliputi (1) kedisiplinan, (2) kerja keras, (3) kesederhanaan, (4) kebulatan tekad, dan (5) prasangka baik. Adapun nilai moral individual negatif meliputi (1) melanggar disiplin waktu, (2) melanggar disiplin berpakaian, (3) berkeinginan berkenalan dengan santri putri, (4) berkeinginan melihat bioskop, (5) berbohong, (6) melakukan taruhan, (7) iri terhadap orang lain, dan (8) tidak ikhlas.
Sistem pendidikan di PM selalu menanamkan nilai-nilai kedisiplinan terhadap para santri. Waktu shalat ditunjukkan dengan bunyi lonceng, waktu mandi diwujudkan dengan kebiasaan antri agar semua santri mampu menghargai hak santri lain dalam menggunakan fasilitas kamar mandi. Waktu makan pun dibiasakan untuk antri dan membawa peralatan masing-masing. Perilaku disiplin para tokoh dalam novel Negeri Lima Menara merupakan perilaku yang menunjukkan usaha mengembangkan diri sendiri untuk selalu menaati peraturan, dan tidak membiarkan diri mendapat hukuman karena melanggar peraturan. Perilaku tersebut sesuai dengan prinsip menghargai diri sendiri yang menyebutkan bahwa manusia wajib untuk selalu memperlakukan diri sendiri sebagai sesuatu yang bernilai pada dirinya sendiri.
Tokoh Aku dan Sahibul Menara berusaha menghargai diri sendiri dengan berkehendak untuk selalu mematuhi peraturan yang berlaku di PM. Kedisiplinan mereka terhadap qanun (aturan disiplin PM) seperti disiplin waktu, disiplin berpakain, disiplin berbahasa, dan disiplin peraturan merupakan wujud usaha mereka memperlakukan diri sebagai sesuatu yang bernilai dan berkehendak.
Perilaku kerja keras tercermin melalui perilaku tokoh Alif bersungguh-sungguh dalam belajar dan menjalani hukuman. Kesungguhan tokoh Alif dalam belajar merupakan perilaku yang menunjukkan sikap menghargai diri sendiri. Dia belajar dan berusaha di atas rata-rata usaha orang lain untuk menemukan dan mengembangkan bakat dalam dirinya.
Kesungguhan tokoh Alif menjalani hukuman merupakan perilaku yang menunjukkan sikap baik terhadap apa yang dijalani. Dia telah berusaha bersikap positif ketika mendapat hukuman dari KP. Tindakan tokoh Alif  merupakan penerapan salah satu kaidah dasar moral yaitu prinsip sikap baik. Menurut Suseno (1987:131) sikap yang dituntut dari seseorang sebagai dasar dalam hubungan dengan siapa saja adalah sikap yang positif dan baik.
Wujud nilai kesederhanaan dalam novel Negeri Lima Menara adalah kebiasaan makan dan minum dalam satu wadah. Nilai kesederhanaan ini merupakan perbuatan baik, karena bisa menghilangkan perbedaan status sosial para santri. Hal tersebut sejalan dengan prinsip sikap baik yang menyebutkan bahwa kebaikan meliputi tindakan keberanian, kontrol diri, ketenangan, kemauan bersahabat, kesetiaan, keceriaan, kerendahan hati, kesederhanaan, dan keramahan (Solomon, 1984:96).
Perilaku yang menunjukkan kebulatan tekad tercermin melalui tokoh Alif. Kehendak yang kuat untuk menggapai cita-cita menuntut ilmu sampai negara Amerika merupakan perilaku menghargai diri sendiri. Sebagai makhluk yang berakal budi, dia mempunyai potensi berupa bakat dan kemampuan yang perlu dikembangkan. Hal ini sejalan dengan prinsip menghargai diri sendiri yang mengatakan bahwa manusia wajib untuk memperlakukan diri sebagai sesuatu yang bernilai, pusat berpengertian dan berkehendak (Suseno, 1987:133).
Perilaku yang menunjukkan prasangka baik diketahui melalui tokoh Said yang selalu berfikir positif terhadap apa yang sedang dihadapi di PM. Dia berusaha agar segala tindakan yang dilakukan bisa berdampak baik bagi dirinya dan juga orang lain di sekitarnya. Perilaku tersebut sejalan dengan prinsip sikap baik yang menuntut sikap dasar seseorang dalam hubungan dengan siapa saja adalah sikap yang positif dan baik. Manusia harus mengusahakan akibat baik dan mencegah akibat buruk dari tindakannya terhadap orang lain (Suseno, 1987:131).
Nilai moral individual negatif dalam novel Negeri Lima Menara meliputi (1) melanggar disiplin waktu, (2) melanggar disiplin berpakaian, (3) berkeinginan berkenalan dengan santri putri, (4) berkeinginan melihat bioskop, (5) berbohong, (6) melakukan taruhan, (7) iri terhadap orang lain, dan (8) tidak ikhlas. Tindakan tersebut termasuk nilai moral negatif karena selain melanggar aturan disiplin PM (qanun) juga tidak sesuai dengan ajaran agama Islam. Salah satu peraturan dalam Qanun adalah melarang santri berkenalan dengan santri putri, dan juga tidak diperbolehkan menonton bioskop.
3. Nilai Moral Sosial
Nilai moral sosial dalam novel Negeri Lima Menara karya A. Fuadi meliputi nilai moral sosial positif dan nilai moral sosial negatif. Nilai moral sosial positif  meliputi (1) berbakti kepada kedua orang tua, (2) menghormati guru, (3) persahabatan, (4) persaudaraan, dan (5) keadilan. Nilai moral sosial negatif meliputi (1) berlaku kasar terhadap kedua orang tua, (2) melawan kehendak orang tua, (3) membuat orang tua berduka, dan (4) membantah ucapan orang tua.
Perilaku berbakti kepada kedua orang tua tercermin melalui tokoh Alif, Baso, dan Dulmajid. Tindakan mereka merupakan implementasi dari perintah Allah, yaitu Birrul Walidain (berbakti kepada kedua orang tua). Dalam hal ini, tercermin melalui tokoh Baso. Dia berharaporang tuanya mendapatkan jubah kemuliaan, serta keselamatan di akhirat dengan berkah Al-Quran.
Tindakan tokoh Alif, Baso dan Dulmajid merupakan wujud dari sikap baik seorang anak terhadap kedua orang tua. Mereka berusaha berbuat baik kepada kedua orang tua, baik semasa hidup maupun ketika kedua orang tua telah meninggal. Perilaku tersebut sesuai dengan prinsip sikap baik yang menuntut kesadaran agar seseorang hendaknya mengusahakan akibat baik dan mencegah akibat buruk dari tindakannya terhadap orang lain (Suseno, 1987:131).
Sikap tawadhu’ para tokoh dalam novel Negeri Lima Menara merupakan implementasi dari perintah Al-Quran dan Hadis yang menjelaskan pentingnya sifat hormat dan tawadhu’ terhadap guru. Panggilan almukarom, beliau, dan antum merupakan cermin perilaku murid yang ingin menghormati dan memuliakan gurunya. Perilaku hormat terhadap guru sejalan dengan prinsip hormat. Prinsip ini mengatakan bahwa setiap orang dalam cara bicara dan membawa diri harus selalu menunjukkan sikap hormat terhadap orang lain, sesuai dengan derajat dan kedudukannya (Suseno, 2003:60).
Dalam hal ini, guru mempunyai derajat dan kedudukan yang lebih tinggi daripada murid. Oleh karena itu, kewajiban seorang murid adalah menghormati dan patuh terhadap guru. Bersikap tawadhu’ serta mempunyai tata cara berbicara terhadap guru menunjukkan sikap hormat seorang murid sesuai dengan derajat dan kedudukan seorang guru.
Kemauan bersahabat yang ditunjukkan tokoh Sahibul Menara merupakan cerminan dari perilaku sikap baik. Solomon (1984:96) mengatakan bahwa kebaikan meliputi tindakan keberanian, kontrol diri, ketenangan, kemauan bersahabat, kesetiaan, keceriaan, kerendahan hati, kesederhanaan, dan keramahan. Menghibur teman yang sedih serta membantu kesulitan yang dialami teman dalam novel Negeri Lima Menara juga termasuk penerapan dari prinsip sikap baik. Menurut Zubair (1987:72) manusia pada dasarnya kecuali ada alasan khusus harus bersikap baik terhadap apa saja. Secara ideal kaidah sikap baik hanya menghasilkan akibat baik dan sama sekali tidak menghasilkan akibat buruk.
Dalam budaya Jawa, bersaudara berarti hidup rukun. Menurut Suseno (2003:39) rukun adalah keadaan ideal yang diharapkan dapat dipertahankan dalam semua hubungan sosial. Perilaku hidup rukun dalam novel Negeri Lima Menara ditunjukkan dengan cara menganggap semua teman santri sebagai saudara, dan selalu hidup rukun serta saling menyayangi.
Wujud nilai keadilan dalam novel Negeri Lima Menara adalah bersikap adil terhadap semua orang tanpa melihat status atau kedudukan seseorang. Tindakan tokoh Amak dan hukuman terhadap tokoh Said sesuai dengan prinsip keadilan karena telah memberikan perlakuan yang sama terhadap semua orang tanpa membedakan status maupun jabatan seseorang. Suseno (1987:132) mengungkapkan bahwa prinsip keadilan mewajibkan manusia untuk memberi perlakuan yang sama terhadap semua orang lain yang berada dalam situasi dan kondisi yang sama serta untuk menghormati hak-hak orang lain. Tokoh Amak memberikan hukuman secara adil dengan tidak membedakan status murid yang dihukum meskipun murid tersebut adalah anaknya sendiri. 

BAB III
SIMPULAN


Novel Negeri Lima Menara karya A. Fuadi adalah novel yang bertemakan pembangunan jiwa islami, yaitu jiwa kerja keras, jujur, dan taat kepada agama, meskipun tidak di bawah pengawasan orang lain. Dengan semboyan man jadda wajada, para tokoh dalam novel berusaha keras berjuang untuk membangun diri melawan kemalasan, pengaruh teman, serta keterbatasan lingkungan.
Dalam novelnya terdiri dari 46 sekuen sedangkan dalam filnya terdiri dari 15 sekuen. Perbandingan dalam novel dan film Negeri Lima Menara ada meliputi (1) pengurangan, (2) penambahan, (3) perubahan bervariasi. Pengurangan dari novel ke film antara lain adalah bagian awal novel dan film, tidak diceritakan Alif menjadi mata-mata, tidak dijelaskan adat khas Minangkabau, tidak dijelaskan lebih perinci mengenai pengajaran di PM, tidak dijelaskan saat menjaga ronda di PM, menghilangkan tokoh Ustad Khalid, menghilangkan adegan pertandingan sepak bola, dan menghilangkan adegan hukuman cukur rambut. Penambahan dari novel ke film antara lain adalah bagian awal film, memperbaiki generator yang rusak, dan keluarnya Ustad Salman dari PM. Perubahan bervariasi dari novel ke film antara lain adalah perbedaan kelas dan jangka waktu bersekolah di PM, kemampuan Kiai Rais yang berbeda, Alif mewawancarai Kiai Rais, dan permasalahan baru menjelang pementasan seni.
Nilai dalam novel Negeri Lima Menara karya A. Fuadi meliputi (1) nilai adat, (2) nilai moral individual, dan (3) nilai moral sosial. Nilai moral individual memberikan pesan bahwa tidak ada yang kebetulan di dunia ini, semua atas izin Allah dan usaha manusia. Nilai moral sosial memberikan gambaran bahwa kombinasi patuh kepada kedua orang tua, hormat terhadap guru, dan usaha pantang menyerah adalah kunci sukses yang tidak terlawankan. Sebaliknya, perilaku membantah serta menyakiti kedua orang tua adalah perilaku berdosa karena menjadi salah satu penyebab kemurkaan Allah.




DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Fuadi. 2011. Negeri Lima Menara. Jakarta: PT Gramedia Pustaka.
Burhan Nurgiyantoro. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Moleong, Lexy J. 2010. Metodeologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Muhardi dan Hasanudin WS. 1992. Prosedur Analisis Fiksi. Padang: IKIP Padang Press.
Pamusuk Eneste. 1991. Novel dan Film. Flores: Nusa Indah
Franz M. Suseno. 1987. Etika Dasar: Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral. Yogyakarta: Kanisius.
Franz M. Suseno. 2003. Etika Jawa: Sebuah Analisa Falsafi tentang Kebijaksanaan Hidup Jawa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Solomon, R. C. 1984. Etika: Suatu Pengantar. Terjemahan Andre Karo-Karo. 1987. Jakarta: Erlangga.
Zubair, A. C. 1987. Kuliah Etika. Jakarta: Rajawali Press.


1 komentar: