BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sastra pada dasarnya
merupakan ciptaan, sebuah kreasi bukan semata-mata sebuah imitasi (dalam
Luxemburg, 1989; 5). Karya sastra sebagai bentuk dan hasil sebuah pekerjaan
kreatif, pada hakikatnya adalah suatu media yang menggunakan bahasa untuk
mengungkapkan tentang kehidupan manusia. Oleh sebab itu sebuah karya sastra
pada umumnya, berisi tentang permasalahan yang melingkupi kehidupan manusia.
Kemunculan sastra lahir dilatarbelakangi adanya dorongan dasar manusia untuk mengungkapkan
eksistensi dirinya (dalam Sarjidu, 2004; 2).
Fiksi
merupakan karya seni verbal. Fiksi ditulis oleh seorang pengarang berdasarkan
penghayatan terhadap kehidupan. Fiksi menceritakan sesuatu yang bersifat
rekaan, khayalan, impian, sesuatu yang tidak ada atau terjadi dalam realitas
kehidupan sehingga ia tidak perlu dicari kebenarannya. Fiksi menceritakan
berbagai masalah kehidupan manusia. Misalnya, hubungannya dengan lingkungan dan
sesama hubungan dengan diri sendiri, serta interaksinya dengan Tuhan.
Novel
merupakan bentuk karya sastra yang sekaligus disebut fiksi. Novel adalah salah
satu karya sastra bersifat kreatif imajinatif yang mengemas persoalan kehidupan
manusia secara kompleks dengan berbagai konflik, sehingga pembaca memperoleh
pengalaman-pengalaman baru tentang kehidupan. Abrams (dalam Nurgiyantoro,
1995:9) menyatakan bahwa kata novel berasal dari bahasa Italia yaitu novella. Secara harfiah, novella berarti sebuah barang baru yang
kecil dan kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa.
Novel
yang menarik perhatian pembaca biasanya menyuguhkan alur cerita yang menarik
pula. Muhardi dan Hasanuddin WS (1992:28) menyatakan alur adalah hubungan
antara suatu peristiwa atau kelompok peristiwa dengan peristiwa lain dalam
novel. Tanpa hubungan sebab akibat suatu rentetan peristiwa tidak lah dapat
disebut suatu alur. Setiap perubahaan tokoh, tindakan, tempat, dam waktu pada
cerita dapat menyebabkan munculnya peristiwa baru yang disebut episode cerita.
Film
adalah gambar hidup, juga sering disebut movie.
Film, secara kolektif sering disebut sinema. Sinema itu sendiri bersumber dari
kata kinematik atau gerak. Film juga sebenarnya merupakan lapisan-lapisan
cairan selulosa, biasa dikenal di dunia para sineas sebagai seluloid. Pengertian
secara harfiah film (sinema) adalah cinemathographie
yang berasal dari “cinema”, “tho” (berasal dari kata phytos artinya cahaya), dan graphie (berasal dari graph artinya tulisan, gambar, citra).
Jadi pengertiannya adalah melukis gerak dengan cahaya. Agar dapat melukis gerak
dengan cahaya, haruslah menggunakan alat khusus yang biasa disebut dengan
kamera.
Bluestone
(dalam Eneste, 1991: 18) menyatakan, film merupakan gabungan dari berbagai
ragam kesenian, yaitu musik, seni rupa, drama, sastra ditambah dengan unsur
fotografi. Eneste (1991:60) menyatakan bahwa film merupakan hasil kerja
kolektif atau gotong royong. Baik dan tidaknya sebuah film akan sangat
bergantung pada keharmonisan kerja unit-unit yang ada di dalamnya (produser,
penulis skenario, sutradara, juru kamera, penata artistik, perekam suara, para
pemain, dan lain-lain). Oleh karena itu, film merupakan medium audio visual,
suarapun ikut mengambil peranan di dalamnya.
Ekranisasi
menurut Eneste (1991:60) adalah pelayarputihan atau pemindahan sebuah novel ke
dalam film. Pemindahan dari novel ke film mau tidak mau mengakibatkan timbulnya
berbagai perubahan. Oleh karena itu, ekraanisasi juga bisa disebut sebagai
proses perubahan bisa mengalami penciutan, penambahan, perubahan dengan
sejumlah variasi.
Fenomena
ekranisasi tentu tidak terlepas dari keterkenalan awal suatu karya. Novel yang
sukses tidak jarang menjadi pijakan awal bagi lahirnya film yang sukses juga.
Hal itu sering menjadi acuan lahirnya kesuksesan baru suatu bentuk pengalihan,
baik dari novel ke film maupun sebaliknya. Salah satu contoh novel yang sukses
diangkat ke layar lebar adalah Negeri
Lima Menara karya novelis Achmad Fuadi.
C. Rumusan Masalah
a. Bagaimana
sekuen yang terdapat pada novel dan film Negeri
Lima Menara?
b. Bagaimana
perbandingan novel dan film Negeri Lima
Menara menurut teori Eneste?
c. Apakah
nilai adat dan moral yang terdapat pada novel dan film Negeri Lima Menara?
D. Tujuan
a. Mengetahui
sekuen-sekuen yang terdapat pada novel dan film Negeri Lima Menara.
b. Mendeskripsikan
perbandingan novel dan film Negeri Lima
Menara menurut teori Eneste.
c. Menjelaskan
nilai adat dan moral yang terdapat pada novel dan film Negeri Lima Menara.
E. Kajian Teori
a. Adaptasi, Ekranisasi dan Alih Wahana
Adaptasi ada dua pengertian. Pertama, adaptasi adalah
pengolahan kembali suatu karya sastra
ke dalam bahasa lain dengan menyesuaikan unsur-unsurnya pada
lingkungan budaya bahasa sasaran itu. Kedua, pengolahan kembali suatu karya sastra dan satu jenis ke jenis lain dengan mempertahankan lakuan, tokoh, serta gaya
dan nada aslinya.
Misalnya, novel ditulis kembali menjadi drama.
Islilah lain: saduran (Panuti
Sudjiman, 1990:1).
Kecenderungan mengadaptasi novel ke dalam sinema
sungguh-sungguh mengalami peningkatan intensitas. Sayang kecenderungan membuat
film yang berdasarkan novel tersebut hanya berdasar pada permintaan pasar
semata sehingga tidak memperhatikan kualitas. Dalam hal ini kita dapat melihat
kecenderungan tersebut melalui beberapa aspek:
a. Film
tersebut dibuat berdasarkan novel yang terjual laris (best seller), yang
diharapkan dapat ikut memacu apresiasi film tersebut,
b. Sudah
menjadi rahasia umum di kalangan pekerja film kita, betapa sulitnya mencari
naskah-naskah yang baik untuk menghasilkan kualitas film yang baik pula, tidak
heran jika film berkelas festival jarang sekali lahir dari tangan sineas kita
karena minimnya cenari-kreator naskah yang handal. Sementara pasar menginginkan
karya-karya tanah air. Akhirnya produser film memilih jalan aman demi memenuhi
tuntutan pasar.
Cerita yang dituturkan dalam film bisa berasal dari banyak
sumber, namun pada hakikatnya dibagi menjadi dua, yakni cerita asli dan cerita adaptasi.
Cerita asli maksudnya film tersebut lahir dari buah pikiran penulisnya,
sedangkan cerita adaptasi yakni sebuah film bersumber dari media lain yang
kemudian dibuat menjadi sebuah film (Ade, 2009:42).
Dalam rumusan Richard Krevolin film adaptasi yang “berhasil”
yaitu yang masih mempunyai hati dan ruh novel aslinya. Lebih jauh Krevolin menjelaskan,
“Adaptasi adalah proses menangkap esensi sebuah karya asli untuk dituangkan ke
dalam media lain (Ade, 2009: 46)
Ekranisasi adalah pelayarputihan atau pemindahan/
pengangkatan sebuah novel ke dalam film (ecran dalam bahasa perancis berarti
layar). Pemindahan novel ke layar putih mau tidak mau mengakibatkan timbulnya
berbagai perubahan. Oleh sebab itu dapat dikatakan, ekranisasi adalah proses
perubahan (Eneste, 1991: 60)
Menurut Eneste (1991:60) selanjutnya Ekranisasi berarti pula
apa yang dinikmati berjam-jam atau berhari-hari harus diubah menjadi apa yang
dinikmati (ditonton) selama Sembilan puluh sampai seratus duapuluh menit hal
tersebut yang biasa disebut penciutan. Penciutan terjadi karena tidak semua hal
yang diungkapkan dalam novel akan dijumpai dalam film. Sebagian cerita, alur,
tokoh-tokoh, latar, ataupun suasana novel tidak akan ditemui dalam film. Dalam
ekranisasi selain pegurangan sering pula terjadi penambahan dan perubahan yang bervariasi.
b. Perubahan
Ekranisasi
Eneste
(1991:61-66) menjelaskan bahwa perubahan yang terjadi dalam ekranisasi adalah
sebagai berikut:
a. Pengurangan
Salah satu langkah yang ditempuh dalam
proses transformasi karya sastra ke film adalah pengurangan. Pengurangan adalah
pemotongan unsur cerita karya sastra dalam proses transformasi. Eneste
(1991:61) menyatakan bahwa pengurangan dapat dilakukan terhadap unsur karya
sastra seperti cerita, alur, tokoh, latar, maupun suasana. Dengan adanya proses
pengurangan atau pemotongan maka tidak semua hal yang diungkapkan dalam novel
akan dijumpai pula dalam film. Dengan kata lain akan terjadi
pemotongan-pemotongan atau penghilangan bagian di dalam karya sastra dalam
proses transformasi ke film.
Eneste (1991:61-62) menjelaskan bahwa
pengurangan atau pemotongan pada unsur cerita sastra dilakukan karena beberapa
hal, yaitu: (1) anggapan bahwa adegan maupun tokoh tertentu dalam karya sastra
tersebut tidak diperlukan atau tidak penting ditampilkan dalam film. Selain
itu, latar cerita dalam novel tidak mungkin dipindahkan secara keseluruhan ke
dalam film, karena film akan menjadi panjang sekali. Oleh karena itu, latar
yang ditampilkan dalam film hanya latar yang memadai atau yang penting-penting
saja. Hal tersebut tentu saja tidak lepas dari pertimbangan tujuan dan durasi
waktu penayangan. (2) Alasan mengganggu, yaitu adanya anggapan atau alasan
bahwa menghadirkan unsur-unsur tersebut justru dapat mengganggu cerita dalam
film. (3) Adanya keterbatasan teknis film atau medium film, bahwa tidak semua
bagian adegan atau cerita dalam karya sastra dapat dihadirkan di dalam film.
(4) Alasan penonton atau audience,
hal ini juga berkaitan dengan persoalan durasi waktu.
b. Penambahan
Penambahan adalah perubahan dalam proses
transformasi karya sastra ke bentuk film. Seperti halnya dalam kreasi
pengurangan, dalam proses ini juga bisa terjadi pada ranah cerita, alur,
penokohan, latar, maupun suasana. Penambahan yang dilakukan dalam proses
ekranisasi ini tentunya memiliki alasan. Eneste (1991: 64) menyatakan bahwa
seorang sutradara mempunyai alasan tertentu melakukan penambahan dalam filmnya
karena penambahan itu penting dari sudut filmis.
c. Perubahan
bervariasi
Perubahan bervariasi adalah hal ketiga
yang memungkinkan terjadi dalam proses transformasi dari karya sastra ke film.
Menurut Eneste (1991:65), ekranisasi memungkinkan terjadinya variasi-vairasi
tertentu antara novel dan film. Variasi di sini bisa terjadi dalam ranah ide
cerita, gaya penceritaan, dan sebagainya. Terjadinya variasi dalam transformasi
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain media yang digunakan, persoalan
penonton, durasi waktu pemutaran. Eneste (1991:67) menyatakan bahwa dalam
mengekranisasi pembuat film merasa perlu membuat variasi-variasi dalam film,
sehingga terkesan film yang didasarkan atas novel itu tidak seasli novelnya.
Di dalam ekranisasi, pengubahan wahana dari karya
sastra ke wahana film, berpengaruh pula pada berubahnya hasil yang bermediumkan
bahasa atau kata-kata, ke dalam film yang bermediumkan gambar audio visual.
Jika di dalam novel ilustrasi dan penggambaran atau pelukisan dilakukan dengan
menggunakan kata-kata, dalam film semua itu diwujudkan dengan melalui
gambar-gambar bergerak atau audio visual yang menghadirkan suatu rangkaian
peristiwa. Perbedaan media dua genre karya seni, memiliki karakteristik yang
berbeda pula. Bahasa sebagai medium karya sastra memiliki sifat keterbukaan
pada imajinasi pengarang. Proses mental lebih banyak terjadi dalam hal ini.
Bahasa yang digunakan lebih banyak memberi ruang yang luas bagi pembaca atau
menafsir dan mengimajinasi tiap-tiap yang ditontonnya. Faktor lain yang
berpengaruh adalah durasi waktu dalam penikmatan film.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sekuen dalam Novel dan Film Negeri Lima Menara
1.
Sekuen Novel Negeri Lima Menara
·
Bab 1 (Pesan dari Masa Silam)
a.
Alif menjelaskan keadaan tempta
tinggalnya di Washington DC.
b.
Alif mendapat kabar dari kawannya untuk
reuni.
c.
Alif mengingat masa-masa indah bersama
kawannya waktu di sekolah dulu.
·
Bab 2 (Keputusan Setengah Mati)
a.
Alif ingin meneruskan SMA di Bukit
Tinggi.
b.
Alif tidak bisa meneruskan SMA di Bukti
tinggi karena biaya, kemudian Alif harus meneruskan SMA di madrasah dengan
setengah hati.
·
Bab 3 (Rapat Tikus)
a.
Alif melakukan perjalanan menuju Jawa
Timur dengan menaiki bus.
b.
Setelah beberapa hari perjalanan
akhirnya sampai di terminal Ponorogo.
·
Bab 4 (Kampung di Atas Kabut)
a.
Alif menaiki L300 untuk sampai pada
tempat pasantren.
b.
Alif dan ayahnya dipandu oleh Ismail
salah satu murid pasantren Madani.
c.
Burhan memperkenalkan bagian-bagian
pesantren dari mulai Masjid Jami, aula serba guna, asrama, perpustakaan,
lapangan sepak bola, dan sebagainya.
d.
Raja, salah satu murid PM (Pesantren
Madani), menjelaskan bahwa ada tes yang harus dilalui untuk masuk menjadi siswa
PM.
e.
Alif lulus dan menjadi siswa PM.
·
Bab 5 (Man Jadda Wajada)
a.
Ustad Salman (sebagai wali kelas) datang
sambil mengatakan man jadda wajada.
Semua murid mengikuti perkataannya.
b.
Alif berkenalan dengan seluruh siswa
kelas
·
Bab 6 (Sang Rennaissance Man)
a.
Di aula, Kiai Rais berpidato dengan
sangat bagus.
b.
Kiai Rais juga menjelaskan sebagian
peraturan yang ada di PM.
·
Bab 7 (Shopping Day)
a.
Di depan kamar asrama, Kak Iskandar
membacakan peraturan yang harus dipenuhi oleh siswa yang menempati kamar
asrama.
b.
Siswa diharuskan untuk membeli beberapa
buku dan alat-alat perlengkapan sekolah.
c.
Karena persediaan uang terbatas, Alif
,dkk harus membeli lemari bekas untuk bisa dipakai. Mereka menggotong lemari
bekas itu sekuat tenaga.
·
Bab 8 (Sergapan Pertama Tyson)
a.
Alif dkk terlambat karena sedang membawa
lemari.
b.
Tyson datang memarahi Alif dkk dan
menghukum mereka dengan cara saling jewer.
·
Bab 9 (Agen 007)
a.
Alif dkk mendapat panggilan ke Mahkamah
Keamanan Pusat untuk bertemu Tyson.
b.
Alif dkk diberi hukuman lagi untuk
menjadi mata-mata PM. Mereka harus mencari beberapa orang yang dianggap
melanggar peraturan PM.
c.
Dengan susah payah akhirnya mereka
sanggup menyelesaikan tugas mereka
·
Bab 10 (Sarung dan Kurban)
a.
Alif menceritakan pengalamannya mengenai
pertama kali mengenal sarung dan bagaimana cerita lain dari teman-temannya
mengenai sarung.
b.
Kemudian Alif menceritakan bagaimana
transaksi jual beli hewan kurban.
·
Bab 11 (Sahibul Menara)
a.
Alif dkk mencari dan mendiskusikan
tempat berkumpul yang paling enak.
b.
Akhirnya mereka memutuskan tempat yang enak
untuk berkumpul adalah di menara dekat Masjid Jami. Di sanalah mereka
mendiskusikan kebaikan. Dan saat itu pula mereka menamai diri mereka dengan
sebutan Menara 1 (Said), Menara 2 (Raja), Menara 3 (Alif), Menara 4 (Atang),
Menara 5 (Dulmajid), dan Menara 6 (Baso).
·
Bab 12 (Surat dari Seberang Pulau)
a.
Alif menceritakan temannya yang bernama
Randai yang sudah terdaftar di SMA terbaik di Bukit Tinggi.
b.
Alif menceritakan mengenai
keunikan-keunikan nama yang ada di Minangkabau.
c.
Alif menceritakan hobinya bersama Randai
kirim-mengirim surat.
·
Bab 13 (Sepuluh Pentung)
a.
Ustad Salman masuk ke kelas untuk
memberi motivasi.
b.
Alif dkk pun merasa terbakar oleh
semangat yang diberikan oleh Ustad Salman.
·
Bab 14 (Maa Haaza)
a.
Ustad Salman mengajarkan Bahasa Arab
dengan sederhana.
b.
Ustad Surur mengajarkan sejarah
dilengkapi intonasi suara yang dramatis yang membuat Alif dkk tidak berkedip.
c.
Ustad Faris mengajak Alif dkk untuk
membaca Alquran secara bergiliran.
·
Bab 15 (Thank God It’s Friday)
a.
Hari Jumat adalah hari favorit Nabi
Muhammad. Alif dkk mempercayai lebih dari itu.
b.
Hari Jumat di PM artinya bebas memakai
kaos sepanjang hari, punya waktu untuk antri berebut kran, bisa tidur siang,
dan dapat menu makan dengan lauk daging.
·
Bab 16 (Keajaiban Itu Datang Pagi-Pagi)
a.
Tantangan terbesar buat para murid PM
tahun pertama adalah bagaimana cara mengubah diri agar bisa menguasai bahasa
resmi di PM, Arab dan Inggris, secepatnya.
b.
Semua murid dituntut untuk menggunakan
bahasa resmi di PM. Mereka dilatih dengan sangat disipilin. Dengan semangat dan
dengan teriakan, mereka melontarkan bahasa yang menurut mereka asing.
c.
Pada akhirnya Alif menyadari bahwa
proses itu berjalan dengan baik. Bangun dari tidur tanpa sadar dia mengucapkan
kalimat bahasa Arab dengan sangat lancar.
·
Bab 17 (Abu Nawas dan Amak)
a.
Amak adalah perempuan berbadan mungil
tapi punya idealisme raksasa.
b.
Ketika Alif di SD, kebetulan Amak adalah
wali kelasnya sendiri. Amak tidak segan-segan memberi nilai jelek pada Alif
jika Alif tidak bisa mengerjakan soal.
c.
Amak adalah satu-satunya guru yang
menentang keras ketika para guru mencoba untuk memberi kemudahan jawaban
(contekan) saat ujian berlangsung.
·
Bab 18 (Bung Karno)
a.
Setiap orang akan dapat giliran menjadi
pembicara utama setiap bulan. Kini giliran Alif yang harus berpidato.
b.
Alif berusaha keras agar dapat berbicara
di depan umum. Alif dapat masukan yang baik dari Raja yang sudah pandai
berpidato.
c.
Alif berhasil berpidato di depan umum
menggunakan bahasa Inggris.
d.
Alif berusaha melupakan hal yang
sebenarnya harus dilewatkannya, yaitu menjadi murid SMA Bukit Tinggi dan kuliah
di ITB.
·
Bab 19 (Maradona Hapal Quran)
a.
Alif memilih masuk majalah Syams sebagai
ekstrakulikulernya karena hobinya menulis, dan dalam bidang olahraga, Alif
memilih bermain sepak bola yang tergabung dalam tim asrama Al-Barq.
b.
Dua kali seminggu Alif mengikuti lari
pagi bersama yang mirip karnaval kepagian.
c.
Sosok yang menjadi idola Alif adalah
Kiai Rais yang bisa menjelma menjadi apa saja. Kiai Rais selain menjadi
penceramah dano motivator, dia juga bisa bermain sepak bola. Hasilnya, Kiai
Rais dapat mencetak gol dan disebut sebagai Maradona hapal Alquran.
·
Bab 20 (Berlian dari Belgia)
a.
Alif sudah bercita-cita untuk menjadi
wartawan Tempo.
b.
Di PM siswa dibolehkan mengirim surat ke
luar negeri untuk mendapatkan buku, majalah, atau koran gratis yang dapat
dibaca dan dipelajari.
·
Bab 21 (Umat Icuk)
a.
Di PM biasanya tidak boleh menonton
televisi, tetapi biasanya diberikan siaran radio gratis yang menayangkan
informasi dari luar negeri.
b.
Suatu saat, Timnas Bulu tangkis
Indonesia sedang gencar-gencarnya melawan negara lain. Namun sayangnya Televisi
pada saat itu tidak diperbolehkan ditonton.
c.
Dulmajid bertekad agar mereka dapat
menonton bulu tangkis bersama. Akhrinya mereka berusaha membujuk Pak Torik
untuk mengusulkan menonton televisi hanya agar daapat menonton bulu tangkis.
d.
Karena ide gila Dulmajid, terjadilah hal
bersejarah, untuk pertama kalinya seumur hidup PM, murid boleh menonton
televisi secara bebas, berjamaah, bahkan di bawah restu petinggi ketua pondok.
e.
Sayangnya, Tim Indonesia kalah melawan
Malaysia. Namun, semangat siswa Madani yang menonton masih sangat beremuruh.
·
Bab 22 (Festival Akbar)
a.
Di PM ujian marathon sepanjang 15 hari
disambut bagai pesta akbar.
b.
Para siswa mendadak menjadi seroang yang
rajin dan mabuk belajar. Terutama Baso yang sangat menikmati belajar guna
menyambut ujian.
·
Bab 23 (Sahirul Lail)
a.
Ujian, membuat Alif sangat tengang
karena merasa belum mampu menguasai bahasa Arab. Usaha Alif adalah terus berdoa
dan ibadah, makan makanan yang sehat dan bergizi yang tentu saja berpangaruh
pada otaknya, dan begadang untuk belajar.
b.
Di PM, menjelang ujian para siswa
terlihat banyak yang sedang membaca buku untuk mengafal pelajaran.
c.
Ujian pun berlangsung. Alif merasa ujian
itu sedikit berat dan merasa tidak puas dalam mejawab pertanyaan. Dia sedikit
ragu dengan masa depannya karena yang diuji adalah hapalan-hapalan yang semakin
lama semakin berat.
·
Bab 24 (Lima Negara Empat Dunia)
a.
Ujian akhir pun diselesaikan dengan baik
oleh Alif karena dia merasa sanggup. Dia merasa sudah mengeluarkan segenap
kemampuannya. Tinggal doa saja yang harus dia lakukan.
b.
Pada saat cuaca cerah, di bawah menara,
Alif melamun tentang Amerika. Alif bertekad ingin menuntut ilmu keluar negeri,
kalau perlu sampai ke Amerika.
·
Bab 25 (Orator dan Terminator)
a.
Pada saat liburan, karena tersendat oleh
biaya, Alif terpaksa tidak pulan ke rumah asalnya. Dia terpaksa menetap di
asrama.
b.
Atang membujuk Alif dan Baso yang tidak
pulang ke kampungnya untuk pergi ke Bandung. Akhirnya Alif menyetujuinya.
c.
Atang pun mengajak Alif untuk berkunjung
ke UNPAD Bandung. Keesokan harinya, Atang mengajak Alif untuk berkunjung ke
ITB. Setelah itu, Said mengajak Alif, Baso, dan Atang untuk berkunjung ke
Surabaya. Akhirnya, Alif dkk kembali ke PM.
·
Bab 26 (Princess of Madani)
a.
Ada siswa baru yang cantik masuk ke PM.
Namanya adalah Sarah, anak dari Ustad Khalid.
b.
Alif pun ditantang oleh Raja untuk
mendekati Sarah dan menjadi pacarnya. Apalagi sampai bisa berfoto bareng
dengannya.
c.
Alif memanfaatkan jabatannya sebagai
wartawan majalah Syams untuk mewawancarai Ustad Khalid. Itulah salah satu
peluang agar Alif dapat mendekati Sarah.
·
Bab 27 (Pendekar Pembela Sapi)
a.
Alif dkk mendapat giliran untuk menjadi
petugas ronda yang tugasnya mejaga keamanan PM pada malam hari.
b.
Kemudian beberapa saat kemudian ada
pencuri yang memasuki kawasan PM. Seluruh petugas ronda membunyikan pluit.
c.
Akhirnya pencuri itu dapat diringkus
oleh Said, Tyson, dan Ustad Khaidir.
·
Bab 28 (Nama yang Bersenandung)
a.
Alif kembali meyakinkan tekadnya untuk
mewancarai Ustad Khalid. Alif harus menemui Ustad Khali lagi keesokan harinya
pada jam enam tepat.
b.
Alif pun datang kembali ke rumah Ustad
Khalid untuk mewawancarainya, namun dia tidak menemukan Sarah karena sedang
mengunjungi kakeknya.
c.
Keesokan harinya setelah majalah Syams
terbit, Alif kembalu ke rumah Ustad Khalid. Akhirnya dia bertemu dengan Sarah.
·
Bab 29 (Si Pungguk dan Sang Bulan)
a.
Alif disuruh datang kembali ke rumah
Ustad Khalid untuk berfoto bersama keluarganya.
b.
Alif memoto Ustad Khalid sekeluarga.
·
Bab 30 (Parlez Vouz Francais?)
a.
Pondok Madani diberkati oleh energi yang
membuat Alif dkk sangat menikmati belajar dan selalu ingin belajar berbagai
macam ilmu.
b.
Ustad Salman memberitahu cara untuk
menghapal kamus.
c.
Siswa-siswa diajak untuk berpoto bersama
menjelang kelulusan.
·
Bab 31 (Rendang Kapau)
a.
Alif menerima paket dari Amak berupa
rendang.
b.
Hari Jumat, Alif tidak pergi ke
mana-mana, menghabiskan waktu liburan di PM.
·
Bab 32 (Piala di Dipan Puskesmas)
a.
Musim ujian datang lagi
b.
Selesai ujian, Alif dapat konsentrasi
untuk konsentrasi latihan sepak bola. Saat final, lawannya cukup berat yaitu
Al-Manar.
c.
Pertandingan dimulai. Kedudukan sempat
imbang 2-2. Namun gol dari Said mengubah keadaan menjadi 3-2. Alif dkk bersama
timnya Al Barq menang.
d.
Alif harus istirahat di Puskesmas PM
karena betisnya cedera.
·
Bab 33 (A Date on the Atlantic)
a.
Menceritakan ketika Alif berada di
Samudra Atlantik.
b.
Dia teringat kembali pada masa lalunya
di PM
·
Bab 34 (Puncak Rantai Makanan)
a.
Hari itu Alif dkk berpesta kurma karena
merayakan kenaikan mereka ke kelas enam.
b.
Namun, ada ujian akhir yang harus
dilalui yaitu ujian yang mengulang mata pelajaran yang sudah dipelajari sejak
kelas satu hingga kelas enam.
c.
Dalam perjalanannya di dalam PM, Alif
dkk merasa sudah beranjak dewasa dan menerima segala masalah yang dihadapi
mereka.
·
Bab 35 (Lembaga Sensor)
a.
Alif teringat bahwa seorang yang sedang
melawan kegelisahan dalam menghadapi masalah harus mengikhlaskan hatinya untuk
dapat menyelesaikan segala permasalahan yang dihadapi.
b.
Raja terpilih menjadi the three
muskeeters, ungkapan di PM bagi orang penggerak bahasa pusat.
·
Bab 36 (Sekam Itu Bernama ITB)
a.
Alif menerima kabar bahwa Randai
temannya akhirnya diterima di ITB. Dalam hati kecilnya, dia merasa kecewa pada
dirinya sendiri.
b.
Alif mempertanyakan diri sendiri,
bagaimana jika dia keluar dari PM dan melanjutkan cita-citanya masuk ke ITB.
·
Bab 37 (Kereta Angin Kuning)
a.
Alif diutus menjadi Studen Speaker di hadapan Dubes Inggris.
b.
Meskipun Alif sudah melakukan persiapan
sematang mungkin, tetapi Alif tetap dihantui perasaan grogi.
c.
Alif berhasil berpidato dengan sangat
maksimal di depan ribuan orang. Dia bahkan sempat foto bersama dengan Dubes
Inggris.
·
Bab 38 (Kilas 70)
a.
Alif memulai untuk menulis catatan
kehidupannya di sebuah buku diari sejak berumur 12 tahun. Karena banyak manfaat
dari menulis, maka Alif penuh semangat menulis beberapa tulisan.
·
Bab 39 (It’s Show Time)
a. Tradisi
turun temurun PM kelas enam harus mempersembahkan pagelaran multi seni terhebat
yang bisa mereka produksi kepada almamater tercinta.
b. Persembahannya
adalah mengenai kisah perjalanan Ibnu Batutah yang disadur oleh Atang. Agar
terkesan sangat nyata, pertunjukannya membutuhkan es kering.
c. Alif,
Said dan Atang pergi mencari es kering ke Ponorogo.
d. Setelah
melewati berbagai macam perjuangan, akhirnya mereka dapat mementaskan adegan
yang luar biasa.
·
Bab 40 (Shaolin Temple)
a.
Banyak orang membicarakan pertunjukan
kelas enam kemarin.
b.
Namun, Alif dkk ketahuan telah pergi ke
Surabaya mencari es kering. Karena di Ponorogo tidak ada, maka dari itu mereka
ke Surabaya dengan keadaan yang mendesak.
c.
Akhirnya mereka dihukum untuk mencukur
rambut hingga botak.
·
Bab 41 (Rahasia Baso)
a.
Baso menceritakan rahasiannya bahwa dia
sudah tidak mempunyai bapak dan ibu. Dia hanya mempunyai seorang nenek yang
sakit-sakitan.
·
Bab 42 (Sepasang Jubah Surgawi)
a.
Baso memutuskan untuk meninggalkan
pondok demi menemani neneknya yang sedang sakit keras.
b.
Mereka pun akhirnya kehilangan satu
orang sahabatnya yang sangat mereka sayangi.
·
Bab 43 (Perang Batin)
a.
Alif masih ingin mengejar cita-citanya
untuk masuk ke ITB. Dia mengirim surat kepada bapak dan ibunya agar dapat
mengicinkannya untuk keluar dari PM.
b.
Ayah Alif datang ke PM dan berhasil
meruntuhkan keinginan besar Alif untuk pindah dari Pondok. Akhirnya Alif tetap
bertahan di PM.
·
Bab 44 (Kamp Konsentrasi)
a.
Kiai Rais memberi informasi bahwa
seluruh siswa menjelang ujian harus belajar, berdiskusi, bahkan tidur di aula
agar lebih efektif. Banyak orang yang terlihat sedang diskusi di aula.
b.
Ujian pun telah selesai dilaksanakan.
Kiai Rais mengungumkan bahwa seluruh siswa tidak ada yang tidak lulus.
·
Bab 45 (Beratus Ribu Jabat Erat)
a.
Pengunguman kelulusan pun sudah
diperdengarkan. Semua bersorak sorai bahagia becampur haru. Mereka memikirkan
masa depan mereka masing-masing.
b.
Alif pun meninggalkan PM.
·
Bab 46 (Trafalgar Square)
a.
Alif bertemu Atang dan Raja di Inggris.
Mereka bercerita sepanjang hari.
b.
Dulmajid dan Said ada di Indonesia,
sedangkan Baso sedang di Kairo.
2. Sekuen
Film Negeri Lima Menara
·
Sekuen 1
a. Alif
dan Randai bersuka-cita karena telah lulus SMP. Mereka ingin melanjutkan SMA di
Bandung dan kuliah di ITB.
b. Ayahnya
Alif justru menyuruh Alif untuk sekolah di pondok pasantren.
c. Alif
tidak menyetujuinya.
·
Sekuen 2
a. Ayahnya
Alif membujuk Alif agar mau sekolah agama.
b. Setelah
berpamitan dengan Randai sahabatnya, keesokan harinya Alif pergi ke Pondok
Madani.
·
Sekuen 3
a. Alif
tiba di PM. Dia harus menjalankan ujian masuk untuk dapat menjadi siswa di PM.
b. Awalnya
Alif bertemu dengan Baso. Kenalan pertamanya.
c. Setelah
Alif lulus dan diterima sebagai siswa di PM, Alif langsung menggenakan seragam
PM. Ayahnya pun meninggalkan Alif di PM.
d. Kak
Iskandar membacakan peraturan yang harus dipatuhi di PM.
·
Sekuen 4
a. Di
kelas, Ustad Salman datang membawa sebilah bambu dan golok. Sambil mengatakan
man jadda wajada.
b. Setelah
itu, Alif dkk membeli lemari. Namun, di tengah perjalanan sedang mengangkat
lemari mereka bertemu dengan Tyson.
c. Tyson
menghukum mereka karena terlambat, dengan cara menjewer teman di sebelahnya.
·
Sekuen 5
a. Pada
saat magrib tiba, para siswa PM berkumpul menunaikan ibadah solat dan
mendengarkan ceramah Kiai Rais.
b. Kemudian
terdapat lomba berpidato dalam bahasa Inggris. Meskipun Baso tidak menguasai
bahasa Inggris, namun Baso bisa menguasai Alquran. Dengan demikian teman-temannya
mendukungnya untuk berlomba berpidato.
c. Akhirnya
Baso mendapat piala.
·
Sekuen 6
a. Alif
dkk duduk-duduk di bawah menara PM. Seseorang menyebut mereka sebagai Sahibul
Menara atau yang punya menara.
b. Alif
mendapat surat dari Randai yang isinya membujuk Alif untuk kembali pulang dan
menuruti keinginannya untuk sekolah di Bandung.
c. Alif
ingin ikut ekstrakulikuler di majalah Syams. Namun, sebelum memulai jadi
wartawan majalah Syams, Alif harus meliput satu berita bagus terlebih dahulu.
·
Sekuen 7
a. Alif
dkk menyebut cita-cita mereka masing-masing.
b. Alif
dan Atang menemui orang penjaga generator. Generator di PM sering mati.
c. Atang,
Said, Baso, Raja, dan Dulmajid tidak menyangka melihat Kiai Rais dapat bermain
gitar.
·
Sekuen 8
a. Alif
dkk menemui Kiai Rais untuk protes mengenai generator yang sering mati. Namun,
Kiai Rais meminta Alif dkk memahami terlebih dahulu masalah generator dan
memecahkannya sendiri.
b. Alif
sudah selesai mengerjakan satu berita bagus untuk majalah Syams dan
memberikannya kepada pimpinan majalah Syams.
c. Alif
diterima sebagai wartawan Majalah Syams. Dia harus mengumpulkan deadline setiap
hari Rabu.
·
Sekuen 9
a. Kiai
Rais membeli bahan-bahan yang digunakan untuk memperbaiki generator.
b. Alif
dkk memperbaiki generator. Akhirnya generator dapat hidup dan lebih baik dari
biasanya.
·
Sekuen 10
a. Alif
bertemu dengan Sarah, keponakannya Kiai Rais, di lapangan bulu tangkis.
b. Alif
berusaha untuk menemui Sarah dengan cara mewawancarai Kiai Rais.
c. Alif
dkk taruhan kalau sampai Alif dapat berfoto bersama dengan Sarah, maka yang
kalah harus mencuci bajunya yang menang.
·
Sekuen 11
a. Alif
belum dapat berfoto bersama Sarah.
b. Dulmajid
kebingungan untuk mencari solusi agar dia dan kawan-kawan dapat menonton bulu
tangkis di PM. Karena di PM tidak diperbolehkan menonton Televisi.
c. Akhirnya
Alif dkk mendapat bantuan dari Ustad Salman dan Ustad Torik agar dapat
mengusulkan ide menonton televisi guna melihat pertandingan bulu tangkis kepada
Kiai Rais.
d. Akhirnya
mereka dapat menonton televisi. Meskipun Indonesia kalah, namun mereka tetap
menghargainya dengan bertepuk tangan sambil berteriak “Hidup Indonesia!”
·
Sekuen 12
a. Alif
tidak mendapat kiriman uang jadi tidak bisa pulang ke kampungnya. Atang
mengajak semua kawannya untuk pergi ke Bandung.
b. Alif
bertemu dengan Randai yang memamerkan ITB sebagai kampus terbaik di Bandung.
c. Ustad
Salman harus meninggalkan PM untuk sementara karena harus melamar kekasihnya.
·
Sekuen 13
a. Di
PM terdapat pementasan seni dengan pertunjukan. Alif dkk yang masih kelas 2
nekat untuk menampilkan persembahan yang hanya untuk kelas 3 dan 4.
b. Baso
harus meninggalkan PM karena neneknya sedang sakit keras. Neneknya adalah
keluarga Baso satu-satunya.
c. Kejadian
kepergian Baso membuat Alif ingin juga mengikutinya. Alif ingin meneruskan
cita-citanya untuk sekolah di Bandung.
d. Karena
bujukan Said dan dengan pikiran yang panjang serta doa yang dipanjatkan
akhirnya Alif membatalkan kepergiannya ke Bandung.
·
Sekuen 14
a. Alif
dkk mempersiapkan pementasan dengan memaksimalkan latihan.
b. Mereka
membutuhkan es kering yang harus dibeli di luar PM.
c. Pementasan
pun berlangsung dengan sangat baik disambut tepuk tangan penonton.
·
Sekuen 15
a. Atang,
Alif, dan Raja bertemu di Inggris setelah mereka dewasa dan sudah mempunyai
pekerjaan masing-masing.
b. Dulmajid,
Baso, dan Said berada di Jakarta.
B. Perbandingan Novel dan Film Negeri Lima
Menara
1. Pengurangan
dari Novel ke Film Negeri Lima Menara
a. Bagian
awal novel dan film
Dalam novel dijelaskan seorang Alif yang berada di Amerika
sedang mengingat dan mengenang kembali keadaan di masa lalu yaitu peristiwa
pada saat di Pondok Madani bersama teman-temannya. Sementara itu, di dalam
film, tidak dijelaskan kondisi Alif yang sedang berada di Amerika. Alasannya
diduga karena sangat sulit untuk menghadirkan tokoh berada di Amerika. Hal itu
terkait dengan biaya yang dibutuhkan oleh produksi film untuk membuat latar di
Amerika. Alasan lainnya adalah agar mempercepat dan mempertegas maksud cerita
di dalam film karena di dalam film tidak serta merta menyyuguhkan segala hal
yang ada di dalam novel. Selain itu, dimungkinkan cerita dapat lebih membuat
penonton penasaran apabila tidak dijelaskan terlebih dahulu masa depan Alif
akan menjadi seorang wartawan.
b. Tidak
disertakan kisah pada saat Alif menjadi mata-mata
Pada saat Alif diberi hukuman oleh Tyson, Alif harus menjadi
mata-mata Pondok Madani. Namun, dalam film tidak dijelaskan. Hal itu karena
hukuman pada saat Alif dan kawan-kawan terlambat dianggap sudah cukup mewakili
kesan Tyson yang menjadi guru paling ditakuti di Pondok Madani. Sebuah film
memang mengharuskan mengambil bagian dari salah satu adegan penting di dalam
novel. Tidak semua bagian yang diambil, tetapi hanya satu bagian yang dianggap
paling mewakili untuk diangkat ke dalam sebuah film.
c. Dalam
film tidak menceritakan kebudayaan khas Minangkabau
Kebudayaan khas Minangkabau terkait dengan nama-nama unik
yang diberikan orang tua kepada anaknya tidak begitu dijelaskan karena hal itu
dianggap bersifat pribadi. Artinya kebudayaan tersebut hanya milik Alif dan
bukan sebuah kepentingan kelompok. Dalam film justru semua tokoh ikut menjadi
bagian penting dalam sebuah film. Alif tidak menjadi sosok dominan dalam film
tersebut. Semua tokoh yang berasal dari berbagai macam daerah diungkapkan betul
melalui film. Dengan alasan seperti itu, maka kebudayaan yang berasal dari
Minangkabau atau berasal dari tempat tinggal Alif tidak diceritakan dalam film.
d. Pengajaran
dalam Pondok Madani tidak seluruhnya diceritakan
Pengajaran di dalam film hanya dijelaskan saat Ustad Salman
mengajarkan tentang esensi dari man jadda
wajada di kelas. Peristiwa tersebut mungkin dianggap menjadi sebuah
peristiwa penting yang dapat mengubah para siswa menjadi lebih semangat.
Sementara itu, hal lainnya berupa bagaimana cara menghapal kamus dan Alquran,
bagaimana menguasai bahasa Arab dan Inggris atau bahasa asing lainnya, dan
pelajaran lain tidak begitu dijelaskan. Namun secara sepintas dalam percakapan
tokoh figuran memperlihatkan bahwa di dalam Pondok Madani, siswanya dapat
belajar bahasa Arab maupun Inggris.
e. Menjadi
penjaga keamanan Pondok Madani dihilangkan
Dalam novel diceritakan saat Alif menjadi penjaga keamanan
Pondok Madani. Namun, dalam film tidak diceritakan sama sekali kejadian
tersebut. Mungkin karena peristiwa tersebut dianggap terlalu memangkas waktu
dengan sangat banyak. Selain itu, untuk membuat sebuat setting dan adegan saat menemukan seorang pencuri sangat sulit
dilakukan. Masalah itu tidak terlalu dianggap penting untuk dimasukan ke dalam
film.
f. Menghilangkan
tokoh Ustad Khalid
Ustad Khalid adalah ayah dari Sarah. Berbeda dengan novel,
dalam film Ustad Khalid justru dihilangkan perannya. Sarah dianggap sebagai
keponakan dari Kiai Rais. Penyebabnya dimungkinkan karena meminimalisasi tokoh
yang terlibat dalam film. Supaya tidak bertele-tele menjelaskan Ustad Khalid
dan hubungannya dengan pondok dan Sarah, pekerja film menghilangkan perannya.
g. Menghilangkan
pertandingan sepak bola
Dalam novel terdapat pertandingan sepak bola. Pada saat itu
asrama yang menjadi tim Alif memenangkan pertandingan. Sementara itu, dalam
film tidak diceritakan. Hal itu karena memang sangat sulit membuat sebuah
pertandingan sepak bola dan mewujudkannya ke dalam bentuk yang real atau nyata.
Selain menghabiskan waktu, hal tersebut juga dapat menghabiskan dana.
h. Menghilangkan
hukuman cukur rambut
Dalam novel, terdapat hukuman yang berupa cukur rambut sampai
botak karena berbohong. Alif dan kawan-kawan berbohong membeli es kering sampai
ke Surabaya padahal mereka hanya bilang membelinya ke Ponorogo. Namun dalam
film hal tersebut tidak diceritakan. Justru pada saat pementasan berakhir, Alif
dan kawan-kawan saling tertawa bahagia dan langsung scene berikutnya.
.
2. Penambahan
dari Novel ke Film Negeri Lima Menara
a. Bagian
awal pada film
Pada film dikisahkan Alif dan Randai yang sedang berbahagia
sekali menyambut kelulusan sekolah SMP. Mereka berbincang-bincang bersama
mengenai cita-cita mereka yang ingin sekali masuk ITB seperti Habibie. Namun,
disitu juga dijelaskan bahwa ayah Alif lebih suka kalau Alif masuk ke sekolah
agama di Jawa Timur. Meskipun, Alif tidak terlalu menyukai hal itu, akhirnya
Alif menyetujui keinginan orang tuanya. Dikisahkan juga ayah Alif menjual
kerbaunya untuk biaya keberangkatannya ke Jawa Timur.
b. Memperbaiki
generator yang rusak
Dalam film, diceritakan bahwa generator di Pondok Madani
sering mati dan rusak. Ini adalah kejadian atau masalah tambahan yang sengaja
dimasukan oleh sutradara ke dalam film yang sebenarnya tidak ada di dalam
novel. Terdapat beberapa alasan yang mungkin terjadi: Pertama, permasalahan-permasalahan yang terdapat di dalam novel
terlalu sulit untuk diungkapkan ke dalam film yang akibatnya membuat sutradara
memilih masalah baru yang lebih mudah dikerjakan. Kedua, sutradara atau pekerja film mengginginkan sesuatu yang
justru berbeda dan baru daripada novelnya. Ketiga,
pekerja film ingin menegaskan bahwa di Pondok Madani tidak hanya
mengandalkan pelajaran agama, tetapi terdapat juga ilmu lain bahkan di umur
yang sangat muda dapat memperbaik generator. Keseluruhan cerita yang
menjelaskan mengenai pondok yang hanya belajar agama saja lalu dirangkum dengan
adegan memperbaiki generator tersebut.
c. Ustad
Salman harus meninggalkan Pondok Madani
Dalam film. Ustad Salman harus meninggalkan pondok Madani
karena harus menikah dengan orang yang dicintainya. Peristiwa ini hanya untuk
menegaskan bahwa semua guru yang ada di Pondok Madani menjalankan tugasnya
mengajar dengan ikhlas dan sukarela. Mereka bahkan memikirkan orang lain
daripada dirinya sendiri sehingga lupa memiliki kewajiban untuk menikah. Hal
itu terlihat pada saat Alif mewawancarai seorang guru yang menjelaskan tentang
keadaan guru di Pondok Madani.
3. Perubahan
bervariasi
a. Perbedaan
jangka waktu dan kelas dalam novel dan film
Dalam novel dijelaskan bahwa dalam Pondok Madani para siswa
akan bersekolah selama empat tahun dalam enam kelas. Namun dalam film
dijelaskan bahwa kelas di dalam Pondok Madani hanya sampai empat kelas dan
berlangsung selama empat tahun. Hal ini mungkin untuk memudahkan penonton
mencerna maksud dari empat tahun dan empat kelas sehingga penonton menganggap
bahwa satu tahun siswa dapat menyelesaikan satu kelas. Namun, di novel dari
kelas satu hingga kelas lima berlangsung selama tiga tahun sehingga pada saat kelas enam mereka
melanjutkan satu tahun lagi.
b. Kemampuan
Kiai Rais
Dalam novel, Kiai Rais adalah sosok yang diidolakan oleh para
santrinya dengan kewibawaan dan kemampuan yang dia miliki. Selain dapat
menghafal Alquran, Kiai Rais pun dapat bermain sepak bola. Dia juga sebagai
pemain inti dari para guru yang bertanding di lapangan. Hal itu menegaskan
bahwa agama tidak mengekang umatnya untuk hanya menghapal Alquran saja tetapi
menyerap dan mempraktekan ilmu lain pun dianjurkan. Sedikit berbeda dengan
adegan di dalam film, bahwa dikisahkan Kiai Rais bukan hanya dapat menghapal
Alquran tetapi dapat bermain gitar dan bermain musik. Ada beberapa alasan yang
dimungkinkan mengapa pekerja film memilih hal tersebut: Pertama, tokoh yang berwibawa serta dapat bermain bola sulit
ditemukan. Kedua, untuk membuat latar
permainan sepak bola dapat menguras banyak waktu serta mengeluarkan banyak
usaha yang dibutuhkan untuk menggambarkan situasi permainan bola yang bagus.
c. Alif
mewawancarai Kiai Rais
Dalam novel, dijelaskan bahwa Alif harus mewawancarai Ustad
Khalid agar dapat bertemu dengan Sarah. Namun, dalam film tidak seperti itu.
Berhubung Ustad Khalid dihilangkan, Kiai Raislah sebagai pengganti Ustad Khalid
untuk diwawancarai. Hal itu agar cerita dapat berjalan secara lebih logis.
d. Masalah
menjelang pementasan
Masalah baru muncul saat menjelang pementasan seni. Dalam
novel, pementasan tersebut berlangsung saat Alif dan kawannya menginjak di
kelas akhir atau kelas enam. Namun dalam film, Alif masih di kelas dua tetapi
nekat untuk ikut pementasan seni. Hal itu menjadi masalah baru dan mempunyai
variasi tersendiri dalam pemecahan masalahnya. Hal itu diakibatkan sulit untuk
mengubah seorang Alif menjadi karakter yang tiga tahun lebih tua dalam satu
adegan. Maka dari itu hanya diceritakan masa Alif pada saat masih kelas dua.
C. Nilai Adat dan Moral yang Terkandung dalam
Novel dan Film Negeri Lima Menara
1. Nilai
adat
Novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi (2011) banyak
mempertunjukkan adat orang Minangkabau. Suku Minangkabau di Sumatra Barat
mempertahankan bagian-bagian dari sistem yang lebih kompleks dari pemerintahan
sendiri di mana aturan adat dari raja didukung oleh hirarki otoritas adat. Adat
moralitas yang bersumber dari menghormati leluhur oleh penulis ditunjukkan
dengan seseorang melakukan tindakan yang terus menerus diperoleh seseorang
karena adanya ulangan perbuatan-perbuatan yang sama. Tindakan di dalam diri manusia
sudah ada dari para leluhur.
Sikap moralitas dalam meneladani orang tua dan keluarga
ditunjukkan penulis dengan perilaku teladan yang dilakukan orang tua dan
dilakukan kepada anak dan orang lain. Setiap orang harus menciptakan hubungan
yang baik diantara sesama manusia. Seseorang dapat menunjukkan atau membedakan
antara sikap yang baik dan buruk maupun salah atau dan benar.
Moralitas yang bersumber pada nilai moral individu ditunjukkan
penulis dengan disiplin, tanggung jawab, dan bekerja keras. Sikap disiplin
harus dilakukan dalam kehidupan setiap hari, karena disiplin menunjukkan sikap
moral pada seseorang. Disiplin dalam melakukan segala hal. Sedangkan sikap
tanggung jawab juga sangat penting dimiliki.
2. Nilai
Moral Individual
Nilai moral individual dalam novel Negeri Lima Menara karya
A. Fuadi meliputi nilai moral individual positif dan nilai moral individual
negatif. Nilai moral individual positif meliputi (1) kedisiplinan, (2) kerja
keras, (3) kesederhanaan, (4) kebulatan tekad, dan (5) prasangka baik. Adapun
nilai moral individual negatif meliputi (1) melanggar disiplin waktu, (2)
melanggar disiplin berpakaian, (3) berkeinginan berkenalan dengan santri putri,
(4) berkeinginan melihat bioskop, (5) berbohong, (6) melakukan taruhan, (7) iri
terhadap orang lain, dan (8) tidak ikhlas.
Sistem pendidikan di PM selalu menanamkan nilai-nilai
kedisiplinan terhadap para santri. Waktu shalat ditunjukkan dengan bunyi
lonceng, waktu mandi diwujudkan dengan kebiasaan antri agar semua santri mampu
menghargai hak santri lain dalam menggunakan fasilitas kamar mandi. Waktu makan
pun dibiasakan untuk antri dan membawa peralatan masing-masing. Perilaku
disiplin para tokoh dalam novel Negeri Lima Menara merupakan perilaku yang
menunjukkan usaha mengembangkan diri sendiri untuk selalu menaati peraturan,
dan tidak membiarkan diri mendapat hukuman karena melanggar peraturan. Perilaku
tersebut sesuai dengan prinsip menghargai diri sendiri yang menyebutkan bahwa
manusia wajib untuk selalu memperlakukan diri sendiri sebagai sesuatu yang
bernilai pada dirinya sendiri.
Tokoh Aku dan Sahibul Menara berusaha menghargai diri sendiri
dengan berkehendak untuk selalu mematuhi peraturan yang berlaku di PM.
Kedisiplinan mereka terhadap qanun (aturan disiplin PM) seperti disiplin waktu,
disiplin berpakain, disiplin berbahasa, dan disiplin peraturan merupakan wujud
usaha mereka memperlakukan diri sebagai sesuatu yang bernilai dan berkehendak.
Perilaku kerja keras tercermin melalui perilaku tokoh Alif
bersungguh-sungguh dalam belajar dan menjalani hukuman. Kesungguhan tokoh Alif
dalam belajar merupakan perilaku yang menunjukkan sikap menghargai diri
sendiri. Dia belajar dan berusaha di atas rata-rata usaha orang lain untuk menemukan
dan mengembangkan bakat dalam dirinya.
Kesungguhan tokoh Alif menjalani hukuman merupakan perilaku
yang menunjukkan sikap baik terhadap apa yang dijalani. Dia telah berusaha
bersikap positif ketika mendapat hukuman dari KP. Tindakan tokoh Alif merupakan penerapan salah satu kaidah dasar
moral yaitu prinsip sikap baik. Menurut Suseno (1987:131) sikap yang dituntut
dari seseorang sebagai dasar dalam hubungan dengan siapa saja adalah sikap yang
positif dan baik.
Wujud nilai kesederhanaan dalam novel Negeri Lima Menara
adalah kebiasaan makan dan minum dalam satu wadah. Nilai kesederhanaan ini
merupakan perbuatan baik, karena bisa menghilangkan perbedaan status sosial
para santri. Hal tersebut sejalan dengan prinsip sikap baik yang menyebutkan
bahwa kebaikan meliputi tindakan keberanian, kontrol diri, ketenangan, kemauan
bersahabat, kesetiaan, keceriaan, kerendahan hati, kesederhanaan, dan keramahan
(Solomon, 1984:96).
Perilaku yang menunjukkan kebulatan tekad tercermin melalui
tokoh Alif. Kehendak yang kuat untuk menggapai cita-cita menuntut ilmu sampai
negara Amerika merupakan perilaku menghargai diri sendiri. Sebagai makhluk yang
berakal budi, dia mempunyai potensi berupa bakat dan kemampuan yang perlu dikembangkan.
Hal ini sejalan dengan prinsip menghargai diri sendiri yang mengatakan bahwa
manusia wajib untuk memperlakukan diri sebagai sesuatu yang bernilai, pusat
berpengertian dan berkehendak (Suseno, 1987:133).
Perilaku yang menunjukkan prasangka baik diketahui melalui
tokoh Said yang selalu berfikir positif terhadap apa yang sedang dihadapi di
PM. Dia berusaha agar segala tindakan yang dilakukan bisa berdampak baik bagi
dirinya dan juga orang lain di sekitarnya. Perilaku tersebut sejalan dengan
prinsip sikap baik yang menuntut sikap dasar seseorang dalam hubungan dengan
siapa saja adalah sikap yang positif dan baik. Manusia harus mengusahakan
akibat baik dan mencegah akibat buruk dari tindakannya terhadap orang lain
(Suseno, 1987:131).
Nilai moral individual negatif dalam novel Negeri Lima Menara
meliputi (1) melanggar disiplin waktu, (2) melanggar disiplin berpakaian, (3)
berkeinginan berkenalan dengan santri putri, (4) berkeinginan melihat bioskop,
(5) berbohong, (6) melakukan taruhan, (7) iri terhadap orang lain, dan (8)
tidak ikhlas. Tindakan tersebut termasuk nilai moral negatif karena selain
melanggar aturan disiplin PM (qanun) juga tidak sesuai dengan ajaran agama
Islam. Salah satu peraturan dalam Qanun adalah melarang santri berkenalan
dengan santri putri, dan juga tidak diperbolehkan menonton bioskop.
3. Nilai Moral
Sosial
Nilai moral sosial dalam novel Negeri Lima Menara karya A.
Fuadi meliputi nilai moral sosial positif dan nilai moral sosial negatif. Nilai
moral sosial positif meliputi (1)
berbakti kepada kedua orang tua, (2) menghormati guru, (3) persahabatan, (4)
persaudaraan, dan (5) keadilan. Nilai moral sosial negatif meliputi (1) berlaku
kasar terhadap kedua orang tua, (2) melawan kehendak orang tua, (3) membuat
orang tua berduka, dan (4) membantah ucapan orang tua.
Perilaku berbakti kepada kedua orang tua tercermin melalui
tokoh Alif, Baso, dan Dulmajid. Tindakan mereka merupakan implementasi dari
perintah Allah, yaitu Birrul Walidain (berbakti kepada kedua orang tua). Dalam
hal ini, tercermin melalui tokoh Baso. Dia berharaporang tuanya mendapatkan
jubah kemuliaan, serta keselamatan di akhirat dengan berkah Al-Quran.
Tindakan tokoh Alif, Baso dan Dulmajid merupakan wujud dari
sikap baik seorang anak terhadap kedua orang tua. Mereka berusaha berbuat baik
kepada kedua orang tua, baik semasa hidup maupun ketika kedua orang tua telah
meninggal. Perilaku tersebut sesuai dengan prinsip sikap baik yang menuntut
kesadaran agar seseorang hendaknya mengusahakan akibat baik dan mencegah akibat
buruk dari tindakannya terhadap orang lain (Suseno, 1987:131).
Sikap tawadhu’ para tokoh dalam novel Negeri Lima Menara
merupakan implementasi dari perintah Al-Quran dan Hadis yang menjelaskan
pentingnya sifat hormat dan tawadhu’ terhadap guru. Panggilan almukarom,
beliau, dan antum merupakan cermin perilaku murid yang ingin menghormati dan
memuliakan gurunya. Perilaku hormat terhadap guru sejalan dengan prinsip
hormat. Prinsip ini mengatakan bahwa setiap orang dalam cara bicara dan membawa
diri harus selalu menunjukkan sikap hormat terhadap orang lain, sesuai dengan
derajat dan kedudukannya (Suseno, 2003:60).
Dalam hal ini, guru mempunyai derajat dan kedudukan yang
lebih tinggi daripada murid. Oleh karena itu, kewajiban seorang murid adalah
menghormati dan patuh terhadap guru. Bersikap tawadhu’ serta mempunyai tata
cara berbicara terhadap guru menunjukkan sikap hormat seorang murid sesuai
dengan derajat dan kedudukan seorang guru.
Kemauan bersahabat yang ditunjukkan tokoh Sahibul Menara
merupakan cerminan dari perilaku sikap baik. Solomon (1984:96) mengatakan bahwa
kebaikan meliputi tindakan keberanian, kontrol diri, ketenangan, kemauan
bersahabat, kesetiaan, keceriaan, kerendahan hati, kesederhanaan, dan
keramahan. Menghibur teman yang sedih serta membantu kesulitan yang dialami
teman dalam novel Negeri Lima Menara juga termasuk penerapan dari prinsip sikap
baik. Menurut Zubair (1987:72) manusia pada dasarnya kecuali ada alasan khusus
harus bersikap baik terhadap apa saja. Secara ideal kaidah sikap baik hanya
menghasilkan akibat baik dan sama sekali tidak menghasilkan akibat buruk.
Dalam budaya Jawa, bersaudara berarti hidup rukun. Menurut
Suseno (2003:39) rukun adalah keadaan ideal yang diharapkan dapat dipertahankan
dalam semua hubungan sosial. Perilaku hidup rukun dalam novel Negeri Lima
Menara ditunjukkan dengan cara menganggap semua teman santri sebagai saudara,
dan selalu hidup rukun serta saling menyayangi.
Wujud nilai keadilan dalam novel Negeri Lima Menara adalah
bersikap adil terhadap semua orang tanpa melihat status atau kedudukan
seseorang. Tindakan tokoh Amak dan hukuman terhadap tokoh Said sesuai dengan
prinsip keadilan karena telah memberikan perlakuan yang sama terhadap semua
orang tanpa membedakan status maupun jabatan seseorang. Suseno (1987:132)
mengungkapkan bahwa prinsip keadilan mewajibkan manusia untuk memberi perlakuan
yang sama terhadap semua orang lain yang berada dalam situasi dan kondisi yang
sama serta untuk menghormati hak-hak orang lain. Tokoh Amak memberikan hukuman
secara adil dengan tidak membedakan status murid yang dihukum meskipun murid
tersebut adalah anaknya sendiri.
BAB III
SIMPULAN
Novel
Negeri Lima Menara karya A. Fuadi adalah novel yang bertemakan pembangunan jiwa
islami, yaitu jiwa kerja keras, jujur, dan taat kepada agama, meskipun tidak di
bawah pengawasan orang lain. Dengan semboyan man jadda wajada, para tokoh dalam
novel berusaha keras berjuang untuk membangun diri melawan kemalasan, pengaruh
teman, serta keterbatasan lingkungan.
Dalam
novelnya terdiri dari 46 sekuen sedangkan dalam filnya terdiri dari 15 sekuen.
Perbandingan dalam novel dan film Negeri
Lima Menara ada meliputi (1) pengurangan, (2) penambahan, (3) perubahan
bervariasi. Pengurangan dari novel ke film antara lain adalah bagian awal novel
dan film, tidak diceritakan Alif menjadi mata-mata, tidak dijelaskan adat khas
Minangkabau, tidak dijelaskan lebih perinci mengenai pengajaran di PM, tidak
dijelaskan saat menjaga ronda di PM, menghilangkan tokoh Ustad Khalid,
menghilangkan adegan pertandingan sepak bola, dan menghilangkan adegan hukuman
cukur rambut. Penambahan dari novel ke film antara lain adalah bagian awal
film, memperbaiki generator yang rusak, dan keluarnya Ustad Salman dari PM.
Perubahan bervariasi dari novel ke film antara lain adalah perbedaan kelas dan
jangka waktu bersekolah di PM, kemampuan Kiai Rais yang berbeda, Alif
mewawancarai Kiai Rais, dan permasalahan baru menjelang pementasan seni.
Nilai
dalam novel Negeri Lima Menara karya A. Fuadi meliputi (1) nilai adat, (2)
nilai moral individual, dan (3) nilai moral sosial. Nilai moral individual
memberikan pesan bahwa tidak ada yang kebetulan di dunia ini, semua atas izin
Allah dan usaha manusia. Nilai moral sosial memberikan gambaran bahwa kombinasi
patuh kepada kedua orang tua, hormat terhadap guru, dan usaha pantang menyerah
adalah kunci sukses yang tidak terlawankan. Sebaliknya, perilaku membantah
serta menyakiti kedua orang tua adalah perilaku berdosa karena menjadi salah
satu penyebab kemurkaan Allah.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Fuadi. 2011. Negeri Lima Menara. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka.
Burhan Nurgiyantoro.
1995. Teori Pengkajian Fiksi.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Moleong, Lexy J. 2010.
Metodeologi Penelitian Kualitatif.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Muhardi dan Hasanudin
WS. 1992. Prosedur Analisis Fiksi.
Padang: IKIP Padang Press.
Pamusuk Eneste. 1991. Novel dan Film. Flores: Nusa Indah
Franz M. Suseno. 1987.
Etika Dasar: Masalah-masalah Pokok
Filsafat Moral. Yogyakarta: Kanisius.
Franz M. Suseno. 2003.
Etika Jawa: Sebuah Analisa Falsafi
tentang Kebijaksanaan Hidup Jawa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Solomon, R. C. 1984. Etika: Suatu Pengantar. Terjemahan Andre
Karo-Karo. 1987. Jakarta: Erlangga.
Zubair, A. C. 1987. Kuliah Etika. Jakarta: Rajawali Press.
Kok tidak bisa di copy sih
BalasHapus