Narasumber: Siti
Muslifah.SS.MHum
Sekretaris jurusan
Sastra Arab Universitas Sebelas Maret
Ramadan adalah bulan mulia yang
senantiasa dirindukan dan ditunggu-tunggu kedatangannya oleh seluruh umat
muslim di dunia. Sudah selayaknya kita sambut dengan keadaan gembira dan dengan
keadaan diri yang suci pula. Baik suci secara fisik , suci secara pikiran, maupun
suci dari prasangka-prasangka yang kurang baik. Pada bulan Ramadan, umat muslim
diwajibkan berpuasa. Berpuasa sendiri secara fisik adalah menahan lapar dan
dahaga dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari. Menahan haus dan lapar
saat Ramadan secara Psikologis harus dimaknai bagai arahan kepada setiap diri
utamanya umat muslim untuk mematangkan jiwa dalam pengendalian diri.
Pengendalian diri dari sisi psikis atau kejiwaan sangatlah penting artinya hal
ini akan menghasilkan pematangan jiwa yang berupa kesadaran. Kesadaran untuk
beragama, kesadaran untuk melaksanakan perintah-perintah Allah, kesadaran untuk
menghindari larangan yang ditentukan oleh kententuan agama kita utamanya adalah
agama Islam.
Sesorang yang mampu mengendalikan diri
maka seorang itu disebut ulil albab, ulil albab dalam bahasa Arab berarti inti dari segala sesuatu. Kita bisa
memaknai bahwa setiap sesuatu itu pastilah memiliki inti atau sari. Inti itu
menjadi sangat penting karena pada setiap hal itu harus dicari sumbernya. Inti
harus bersifat permanen atau tidak mudah berubah meskipun ada pengaruh-pengaruh
situasi apapun. Jelang beribadah puasa sudah seharusnya setiap diri bisa
mengenalli diri dan menangkap-menangkap inti dalam dirinya. Jadi ulil albab artinya setiap umat muslim
harus memiliki kesadaran beribadah dan kesadaran apapun. Dengan demikian
diharapkan mampu mendapatkan inti dan mampu memaknai puasa dalam arti
sebenar-benanrnya.
Pada masalah kesadaran diri ini Allah
berfirman Allah memberikan pertanyaan-pertanyaan semacam pertanyaan yang jika kita simak menjadi sebuah pertanyaan yang
ditujukan kepada diri kita “Wahai
manusia, apa yang memperdayakanmu sehingga (berlaku durhaka) terhadap Tuhanmu
yang Maha Pengasih?”(QS 82: 6). Maha Allah, mengasihi siapa saja, apa saja
dan seluruh makhluk tanpa terkecuali. Allah juga berfirman, “Apakah manusia mengira dia akan dibiarkan
begitu saja tanpa pertanggungjawaban?” (QS 29: 2). Artinya setiap apa yang
kita kerjakan apapun itu akan dimintai pertanggungjawaban, kaitannya dengan
bulan Ramadan adalah setiap ibadah, amalan, dan perbuatan yang kita jalankan, ada perhitungannya dan
pertangungjawabnya. Kita bisa mengerti inti jika kita mengenali pada diri
dengan penuh kesadaran bahwa apa yang kita lakukan itu nanti pada akhirnya
diminta pertangungjawaban maka tidak mungkin kita tidak melakakukan hal-hal
yang sifatnya baik, suci, menyesuaikan dengan apa yang ditentukan oleh Allah
SWT.
Allah tidah pernah meminta apapun kepada
kita. Allah berfirman, “Seungguhnya aku
ciptakan jin dan manusia hanya untuk beribadah kepadaku”(QS 51: 56). Inti
dari penciptaan semua mahkluk adalah untuk beribadah. Jika kita sudah memliki
kesadaran maka kita yakin bulan Ramadan akan dijalani dengan penuh kegembiraan
dan kesadaran. Itu artinya bahwa ibadah puasa sebetulnya untuk diri manusia
sendiri. Dengan berpuasa pencernaan kita istirahat sejenak dan itu hanya siang
hari saja selama 10 jam maka Allah berfirman “makanlah kamu minumlah kamu dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan.” (QS 7: 31). Karena itu
jangan balas dendam, setelah puasanya makannya habis-habisan. Berpuasa harus
dilakukan sebagi inti dari kesadaran. Penting dalam beribadah puasa adalah
menyucikan diri, menyucikan hati dengan sepenuh kesadaran agar puasa dijalankan
sebagai sebuah ibadah yang dijalankan secara tulus ikhlas. (Mg5/Mg6)
Radar Solo, 2 Juli 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar