Rabu, 02 Juli 2014

Tausiah: Puasa Kesadaran Beribadah


Narasumber: Siti Muslifah.SS.MHum
Sekretaris jurusan Sastra Arab Universitas Sebelas Maret 


Ramadan adalah bulan mulia yang senantiasa dirindukan dan ditunggu-tunggu kedatangannya oleh seluruh umat muslim di dunia. Sudah selayaknya kita sambut dengan keadaan gembira dan dengan keadaan diri yang suci pula. Baik suci secara fisik , suci secara pikiran, maupun suci dari prasangka-prasangka yang kurang baik. Pada bulan Ramadan, umat muslim diwajibkan berpuasa. Berpuasa sendiri secara fisik adalah menahan lapar dan dahaga dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari. Menahan haus dan lapar saat Ramadan secara Psikologis harus dimaknai bagai arahan kepada setiap diri utamanya umat muslim untuk mematangkan jiwa dalam pengendalian diri. Pengendalian diri dari sisi psikis atau kejiwaan sangatlah penting artinya hal ini akan menghasilkan pematangan jiwa yang berupa kesadaran. Kesadaran untuk beragama, kesadaran untuk melaksanakan perintah-perintah Allah, kesadaran untuk menghindari larangan yang ditentukan oleh kententuan agama kita utamanya adalah agama Islam.
Sesorang yang mampu mengendalikan diri maka seorang itu disebut ulil albab, ulil albab dalam bahasa Arab berarti inti dari segala sesuatu. Kita bisa memaknai bahwa setiap sesuatu itu pastilah memiliki inti atau sari. Inti itu menjadi sangat penting karena pada setiap hal itu harus dicari sumbernya. Inti harus bersifat permanen atau tidak mudah berubah meskipun ada pengaruh-pengaruh situasi apapun. Jelang beribadah puasa sudah seharusnya setiap diri bisa mengenalli diri dan menangkap-menangkap inti dalam dirinya. Jadi ulil albab artinya setiap umat muslim harus memiliki kesadaran beribadah dan kesadaran apapun. Dengan demikian diharapkan mampu mendapatkan inti dan mampu memaknai puasa dalam arti sebenar-benanrnya.
Pada masalah kesadaran diri ini Allah berfirman Allah memberikan pertanyaan-pertanyaan semacam pertanyaan yang  jika kita simak menjadi sebuah pertanyaan yang ditujukan kepada diri kita “Wahai manusia, apa yang memperdayakanmu sehingga (berlaku durhaka) terhadap Tuhanmu yang Maha Pengasih?”(QS 82: 6). Maha Allah, mengasihi siapa saja, apa saja dan seluruh makhluk tanpa terkecuali. Allah juga berfirman, “Apakah manusia mengira dia akan dibiarkan begitu saja tanpa pertanggungjawaban?” (QS 29: 2). Artinya setiap apa yang kita kerjakan apapun itu akan dimintai pertanggungjawaban, kaitannya dengan bulan Ramadan adalah setiap ibadah, amalan, dan perbuatan  yang kita jalankan, ada perhitungannya dan pertangungjawabnya. Kita bisa mengerti inti jika kita mengenali pada diri dengan penuh kesadaran bahwa apa yang kita lakukan itu nanti pada akhirnya diminta pertangungjawaban maka tidak mungkin kita tidak melakakukan hal-hal yang sifatnya baik, suci, menyesuaikan dengan apa yang ditentukan oleh Allah SWT.
Allah tidah pernah meminta apapun kepada kita. Allah berfirman, “Seungguhnya aku ciptakan jin dan manusia hanya untuk beribadah kepadaku”(QS 51: 56). Inti dari penciptaan semua mahkluk adalah untuk beribadah. Jika kita sudah memliki kesadaran maka kita yakin bulan Ramadan akan dijalani dengan penuh kegembiraan dan kesadaran. Itu artinya bahwa ibadah puasa sebetulnya untuk diri manusia sendiri. Dengan berpuasa pencernaan kita istirahat sejenak dan itu hanya siang hari saja selama 10 jam maka Allah berfirman “makanlah kamu minumlah kamu dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan.” (QS 7: 31). Karena itu jangan balas dendam, setelah puasanya makannya habis-habisan. Berpuasa harus dilakukan sebagi inti dari kesadaran. Penting dalam beribadah puasa adalah menyucikan diri, menyucikan hati dengan sepenuh kesadaran agar puasa dijalankan sebagai sebuah ibadah yang dijalankan secara tulus ikhlas. (Mg5/Mg6)                 

Radar Solo, 2 Juli 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar