Novel: Scappa per Amore
Pengarang: Dini Fitria
Penerbit: Noura Books PT Mizan Publika
Cetakan: pertama, 2013
Halaman: 316, 14x21 cm
ISBN: 978-602-1606-02-5
Sinopsis dalam buku:
Italia. Inilah negara keempat
yang dikunjunginya. Awalnya, tugas liputan kehidupan kaum Muslim di beberapa
negara di Eropa ini diterimanya untuk rehat sejenak dari kenyataan pahit yang
sulit dihadapinya. Namun, di depan Fortana di Trevi pun, Diva masih berusaha
mengumpulkan kembali serpihan hatinya yang sempat terburai karena cinta. Scappa per Amore (lari karena cinta),
istilah dalam bahasa Italia ini tepat sekali menggambarkan perjalanannya.
Namun, tak seperti
manusia, Tuhan tak pernah meninggalkan mereka yang mencintainya. Justru di
negara-negara tempat Islam menjadi minoritas itulah Diva bertemu para pejuang
kehidupan yang memberinya banyak pelajaran yang berharga. Hakima yang rela
diusir demi mempertahankan kepercayaannya, Karima dan Elise yang rela
mengorbankan berbagai prestasi demi selembar hijab, teman-teman baru yang
membukakan matanya dan mengenalkan pada sisi unik Islam di Eropa, sampai Vivi,
sahabat lamanya yang memberikan kejutan yang tak terkira.
Namun, di tengah
perjalanan, sebuah panggilan rindu dari mamanya di Jakarta membuatnya gamang.
Hatinya cemas. Dia takut mamanya tak sekedar kangen. Diva pun harus memilih di
antara tanggung jawabnya pada keluarga atau pekerjaan.
Sinopsis cerita:
Scappa
per Amore ini bercerita tentang seorang tokoh yang bernama
Diva yang menemukan bermacam sudut padang mengenai Islam di Eropa.
Perjalanannya sangat bervariasi bahkan ada kejutan-kejutan yang tak terkira
dalam ceritanya tersebut. Pada awal cerita dikisahkan seorang tokoh yang
bernama Hakima. Dia adalah teman Diva yang mempunyai ibu dari Belanda dan ayah
dari Maroko.
Hakima sudah
ditinggalkan ayahnya sejak dia masih balita. Ibunya menikah lagi dengan seorang
laki-laki. Hakima baru menyebut “ayah” pada ayah barunya pada usia tujuh belas
tahun. Sebenarnya dia adalah lelaki yang baik. Setiap hari selalu menyambangi
kamar Hakima. Namun, pada suatu saat Hakima harus merelakan kehormatannya
karena dipaksa oleh ayah tirinya tersebut. Kejadian itu berulang kali karena
mendapatkan ancaman dari ayah tirinya. Hakima sempat memutuskan bunuh diri,
Tuhan masih menyelamatkannya. Sejak saat itulah dia mengenal Allah dan Islam.
Sudah tiga tahun
lamanya dia mengenal Islam. Islamlah yang menyelamatkannya dari keterpurukan.
Dia pun mulai menggunakan hijab. Namun ibunya sendiri tidak merestui perpindahan
agama yang dilakukan oleh Hakima. Akhirnya ibunya menyuruh Hakima untuk pergi
dari rumahnya.
Diva pun meneruskan
perjalanan untuk terus meliput berita. Dia bertemu dengan seseorang Carla di
pesawat ketika hendak pergi ke Jerman. Diva ingin menemui Vivi, temannya, agar
bisa berjalan-jalan mengelilingi Jerman. Carla adalah sosok wanita yang cantik.
Dia baru mengenal Islam belum terlalu lama. Namun, Carla sangat baik pada Diva.
Dia mau mengantar Diva berkeliling karena Vivi mendadak tidak bisa mengajak Diva
berkeliling. Carla bahkan sempat memberi kejutan yang sangat berharga bagi
Diva.
Suatu saat akhirnya
Diva bertemu dengan Vivi. Vivi sudah terlihat sangat berbeda dari pertemuannya
tujuh tahun yang lalu. Vivi sekarang menjadi orang yang menyukai wine atau
minuman keras. Dia juga menjadi seorang perokok berat. Dan yang lebih
mengejutkan lagi, dia rela meninggalkan aturan agama Islam untuk lebih memilih
menjadi seorang yang Atheis. Kemudian Vivi akhirnya menceritakan
alasan-alasannya pada Diva tentang pindahnya dia ke Atheis. Itu adalah masalah
kehidupan, cinta, dan kebahagiaan. Sangat sulit untuk dijelaskan.
Kemudian Diva pergi ke
Prancis untuk mengadakan liputan di tempat paling romantis di dunia itu. Di
sana dia bertemu dengan Karima. Karima adalah sosok wanita yang juga harus
berjuang menggunakan pakaian burqa
alias pakaian muslim untuk wanita yang tertutup di Prancis. Negara prancis
memang dikenal sebagai negara yang penuh dengan kebebasan. Namun belakangan
ini, Prancis mengeluarkan peraturan bahwa dilarang untuk menggunakan sesuatu
yang menyimbolkan suatu agama tertentu. Maka dari itu, jika orang Islam
dilarang untuk menggunakan jilbab atau pakaian yang mencirikan agama Islam.
Begitu juga dengan agama-agama lainnya. Itulah yang membuat Karima berjuang untuk
mempertahankan prinsipnya di tengah hukum yang berlaku di negara Prancis. Dia
bahkan sempat di keluarkan dari pekerjaannya. Kemudian, masih banyak lagi
cerita menarik di dalam novel tersebut. Sampai pada akhirnya ibunya Diva
meninggal dunia.
Resensi Novel:
Novel ini adalah jenis
novel diaspora atau novel yang pengarangnya mendapat inspirasi setelah
berjalan-jalan keluar negeri. Karya sastra diaspora berbeda dengan karya sastra
eksil. Karya sastra eksil adalah karya sastra yang dibuat karena keterpaksaan
yang mengharuskan pengarangnya untuk pergi ke luar negeri akibat permasalahan
yang terjadi di negaranya. Berbeda dengan karya sastra eksil, karya sastra
diaspora lebih ke arah yang positif dan tidak terlalu menyedihkan. Walaupun
pada akhir novel ini terlihat ada unsur penyesalan dari tokoh utama.
Novel ini sangat
menarik untuk dibaca karena idenya berbeda dan khas. Nuansanya juga masih
terbawa oleh peran jurnalistik seorang pengarang. Penulis novel ini (Dini
Fitria) adalah presenter Jazirah Islam. Dia keliling dunia hanya untuk meliput
dan dari hasil liputannya itu menginspirasi dia untuk membuat novel. Hal
tersebut tentu saja mempengaruhi cita rasa novel ini. Penggambarannya yang khas
dengan sebuah campuran dengan informasi menarik membuat novel ini terkesan utuh
dan padat berisi.
Seorang pembaca dipaksa
membayangkan sosok Diva yang harus melihat lika-liku perjalanan manusia
muslimah di benua Eropa. Kesulitan yang dialami oleh kaum muslim di negara
Eropa memang sebuah masalah yang harusnya diperhatikan lagi oleh negara-negara
di benua Eropa. Apakah tidak ada lagi toleransi dalam beragama? Atau memang
hanya sampai di situ saja kepedulian orang lain terhadap agama? Permasalahan
yang unik seperti ini tertuang dalam novel ciptaan seorang wanita yang pernah
bekerja di Trans 7 itu.
Novel ini seolah-olah
memberi pesan tersendiri kepada pembaca bahwa seorang yang berada di posisi
minoritas biasanya akan lebih kuat dibanding dengan seorang yang berada di
posisi mayoritas. Mereka akan berjuang untuk mempertahankan prinsipnya tanpa
dipengaruhi sedikit pun prinsip orang lain. Namun, inilah bagian yang
menginspirasi banyak pembaca. Bahwa ketika seseorang berada pada posisi yang
mayoritas seharusnya mereka tidak ada alasan untuk memperjuangkan prinsipnya
dan melakukan yang terbaik selagi tidak ada halangan. Jika orang muslim di Eropa
saja bisa mewujudkan Islam yang utuh, mengapa di negara yang mayoritas
penduduknya Islam tidak bisa melaksanakan kewajiban dan perintah Tuhannya?
Kembali kepada pembacanya masing-masing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar