Novel: Negeri di Ujung Tanduk
Pengarang: Tere Liye
Penerbit: PT Gramedia Pustaka
Cetakan: pertama 2013
Halaman: 360, Tebal: 20 Cm
ISBN: 978-979-22-9429-3
Sinopsis Novel:
Di Negeri di Ujung
Tanduk kehidupan semakin rusak, bukan karena orang jahat semakin banyak tapi
semakin banyak orang yang memilih tidak peduli lagi.
Di Negeri di Ujung
Tanduk para penipu menjadi pemimpin, para pengkhianat menjadi pujaan, bukan
karena tidak ada lagi yang memiliki teladan, tapi mereka memutuskan menutup
mata dan memilih hidup bahagia sendirian.
Di Negeri di Ujung
Tanduk setidaknya, kawan, seorang petarung sejati akan memilih jalan suci,
meski habis seluruh darah di badan, menguap segenap air mata, dia akan berdiri
paling akhir, demi membela kehormatan.
Sinopsis Secara Keseluruhan:
Petualangan Thomas
belum selesai, dia harus membantu klien politiknya yang bernama JD agar dapat
memenangkan pemilihan presiden. Awal cerita dikisahkan bahwa Thomas sedang
ingin bertarung melawan Lee, seorang petarung dari China. Kemudian setelah
Thomas menang, dia mendapat kabar bahwa klien politiknya dituduh sebagai
seorang tersangka korupsi. Padahal tinggal beberapa langkah lagi klien
politiknya itu menjadi presiden. Thomas pun menyadari bawha terdapat rekayasa
dan kebohongan dalam peristiwa tersebut. Thomas harus meluruskan hal itu.
Strategi dan rencana
Thomas ternyata tidak selalu berjalan sesuai dengan rencana. Dia diceritakan
bertemu dengan wartawan bernama Maryam yang terpaksa masuk ke dalam bagian dari
ceritanya. Thomas pun disangka menyelundupkan narkoba oleh pemerintah setempat
karena dalam perahu yang dia naiki terdapat bungkusan narkoba. Itu adalah
jebakan. Thomas pun harus lari dari ancaman yang mengejar dirinya dan juga
harus menyelamatkan klien politiknya.
Situasi bertambah rumit
ketika Thomas tertangkap dan harus dijebloskan ke dalam penjara. Tidak hanya
Thomas, Maryam pun ikut masuk dalam penjara bersama Opa dan Kadek. Namun Tuhan
masih memberikan mereka kebebasan untuk meloloskan diri. Dibantu oleh Rudy
kawan Thomas sesama petarung, mereka berhasil lolos dari dalam penjara.
Dalam situasi yang
sangat rumit dan keadaan waktu yang semakin sempit, Thomas diharuskan
memutarbalikan fakta dan membalas apa yang dilakukan kepada orang-orang yang
ada di balik penangkapan JD. Pelarian dan tindakannya tidak terlepas dari
bantuan skretarisnya, Magie dan Kris seorang programer yang ditugaskan untuk
melihat benang merah di dalam pristiwa politik yang terjadi.
Kris diperintahkan
untuk melacak lima pejabat yang diperkirakan menjadi dalang dari semua
kekacauan tersebut. Lima pejabat itu memang ada hubungannya dengan kasus
korupsi Gedung Olahraga Nasional. Alasan mereka merekayasa agar JD ditangkap
dan memburu Thomas karena mereka takut kasus korupsi tersebut akan diusut
kembali. Ternyata Kris mendapat pola yang menggambarkan lima pejabat tersebut.
Namun hal itu blum selesai. Ada satu lagi orang yang mengatur semua kekacauan
tersebut. Thomas memikirkan nama Shinpei, pengusaha besar, sekaligus teman Om
Liem , ayahnya dan Opa. Namun nama Shinpei dalam internet sudah dihilangkan
jejaknya sehingga Kris tidak dapat melacak polanya.
Shinpei pun akhirnya
menculik Om Liem agar Thomas bersedia datang ke China. Shinpei membeberkan
rahasianya di depan Thomas saat dia datang ke China. Semua kejahatannya
terungkap. Shinpei juga ingin menghilangkan barang bukti yang berada di tangan
Om Liem, namun Om Liem tidak mau mengatakannya. Saat Shinpei menyuruh salah
satu anak buahnya untuk menembak paha Thomas agar Om Liem buka mulut, ternyata
anak buahnya malah menebak dada Shinpei. Anak buah itu ternyata Rudy. Dia
mengetahui semuanya dari rekaman yang dipasang di jam tangan Thomas yang sempat
ia berikan pada Thomas.
Resensi Novel:
Cerita ini lebih
menarik dari sebelumnya karena terdapat banyak orang yang berperan dalam
peristiwa atau konflik tokoh utama. Cerita ini juga ada kaitannya dengan
peristiwa Gedung Olahraga Hambalang dimana ada beberapa pejabat yang terlibat
di dalamnya. Namun, dibungkus dengan kata-kata dan aksi yang lebih menarik.
Sama halnya kasus Bank Century yang diubah namanya menjadi Bank Semesta dalam
novel “Negeri Para Bedabah”.
Sama halnya dengan
novel pertamanya, Tere Liye menggunakan alur dan setting waktu yang sangat
cepat. Sekitar 4-6 hari yang diperlukan untuk tokoh utama lari dari China –
Jakarta – Denpasar – China. Hal itu membuat para pembaca larut dalam ketegangan
dan penasaran dengan episode berikutnya. Bab yang dibuat pun hanya 6 sampai 10
halaman sehingga pembaca disediakan untuk bernafas dalam setiap babnya. Pembaca
menjadi tidak bosan dan suntuk ketika membaca novel tersebut.
Beberapa pelajaran yang
bisa diambil adalah bahwa suara mayoritas bukanlah suara Tuhan. Suara mayoritas
tidak menentukan sebuah kebenaran. Sejak kapan pemilihan presiden pertama
Indonesia harus mengadakan pemilihan umun dan pemungutan suara dari seluruh
rakyat Indonesia? Hal itu terlalu menghabiskan waktu dan suara rakyat tentu
saja tidak akan sama. Rakyat tidak semuanya mengetahui keadaan yang sebenarnya.
Maka dari itu banyak rakyat Indonesia yang mau mencoblos hanya karena diberi
uang karena mereka tidak mengetahui siapa yang harus dia pilih. Seharusnya yang
memilih adalah seorang yang berkopenten dalam bidang tersebut. Demokrasi tidak
selamanya benar.
Selai itu, novel ini
membuat pembaca menjadi membuka mata bahwa pada kenyataannya Indonesia sudah
seperti itu. Kacau dan banyak kecurangan di dalamnya khususnya dalam arena
politik. Ada kata-kata menarik dalam novel tersebut yang esensinya seperti ini:
“Bagaimana cara membasmi korupsi? Ya, dengan cara melegalkan korupsi.” Itu
pemikiran cerdik, cerdas dan licik. Dengan melegalkan korupsi maka tidak ada
lagi yang berbuat salah. Dengan demikian bagaimana cara untuk melawan para
bedebah? Melawannya dengan cara yang sama. Layaknya seorang bedebah. Itu lebih
masuk akal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar